Liputan6.com, Jakarta - Gempa 6,8 skala richter mengguncang Kota Sorong, Papua Barat, Kamis 24 September 2015, pukul 22.53 WIB. Status tanggap darurat pun diberlakukan hingga 9 Oktober 2015.
Presiden Jokowi pun memerintahkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei untuk terjun langsung ke Sorong, Papua Barat. Laporan terkait dampak, penanganan, dan upaya rehabilitasi bencana gempa itu pun sudah dilaporkan kepada Jokowi pada Minggu (27/9/2015).
Tercatat sebanyak 45 orang mengalami luka-luka akibat bencana ini. 40 Di antaranya menderita luka ringan dan 5 lainnya menderita luka berat. Seperti disampaikan Kapusdatin Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam pernyataan tertulisnya.
"Gempabumi 6,8 SR yang mengguncang Kota Sorong dan sekitarnya telah menimbulkan dampak di Kota Sorong, Kabupaten Sorong, dan Kab Raja Ampat, Papua Barat. Dampak terparah adalah di Kota Sorong karena padat penduduk dan bangunan," tulis Sutopo.
Dia mengatakan, 2.889 unit bangunan dilaporkan rusak setelah gempa menerjang. Dari jumlah itu, 2.437 unit di antaranya berada di Kota Sorong, 408 unit di Kabupaten Sorong, dan 44 unit di Kabupaten Raja Ampat.
"Selain itu fasilitas umum juga terkena dampaknya, antara lain 14 unit gereja, 7 unit sekolah, 3 unit masjid, 3 ruas jalan, 2 unit tower, 2 unit fasilitas kesehatan, 1 unit ruang tunggu bandara, 1 unit pelabuhan, dan 4 unit kantor."
Saat ini, kata dia, BNPB tengah melakukan Penilaian Kerusakan dan Kerugian (DALA/Damage and Loss Assessment) yang ditargetkan selesai pada 5 Oktober 2015.
"Pemulihan akan diprioritaskan pada RSU Kota Sorong Selebesolu yang mengalami banyak keretakan. RS ini sudah dikosongkan dan pasien dipindahkan ke RSAL," tandas Sutopo.
Dilaporkan aktivitas masyarakat berjalan normal. Begitu pun dengan pengungsian, gempa tak membuat warga harus pergi meninggalkan rumah dan mengungsi. (Ndy/Yus)
45 Warga Luka-Luka Akibat Gempa Sorong Papua
Gempa 6,8 skala richter mengguncang Kota Sorong, Papua Barat pada Kamis 24 September 2015 pukul 22.53 WIB.
Advertisement