Sukses

Sumatera dan Kalimantan Masih Membara, BNPB Kerahkan 25 Pesawat

Menurut Sutopo, terkendalanya pemadaman karena cuaca kering, terbatasnya air dan sarana prasarana serta luasnya wilayah yang terbakar.

Liputan6.com, Pekanbaru - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengerahkan 25 pesawat untuk menangani kebakaran hutan dan lahan.

Hal ini dilakukan karena kabut asap di Pulau Sumatera dan Kalimantan belum mau menghilang sejak beberapa bulan terakhir.

Sebelumnya, BNPB juga mengerahkan ribuan personel TNI, Polri dan lainnya, serta belasan pesawat untuk mengatasi kabut asap. Namun, janji menanggulangi selama 2 pekan sejak awal September lalu tak kunjung terealisasi.

Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, penambahan dilakukan untuk memadamkan api dan asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan.

"Total ada 25 pesawat dan helikopter water bombing untuk operasi udara. Jumlah itu terdiri dari 19 heli water bombing, 2 pesawat air tractor water bombing, dan 4 pesawat hujan buatan," ungkap Sutopo melalui pesan tertulis kepada Liputan6.com, Senin (28/9/2015).

Menurut Sutopo, heli tersebut tersebar di Riau 3 unit, Jambi 4, Sumatera Selatan 5, Kalimantan Barat 2, Kalimantan Tengah 3, dan Kalimantan Selatan 2. Sementara 2 pesawat air tractor dari Kementerian LHK ditempatkan di Sumatera Selatan, sedangkan 4 pesawat hujan buatan digelar di Riau, Sumsel, Kalbar dan Kalteng.

"Operasi udara ini adalah yang terbesar dibandingkan tahun 2014. Tahun lalu, operasi udara didukung 12 heli dan 3 pesawat hujan buatan," sebut Sutopo.

Untuk operasi darat, BNPB mengerahkan 20.837 personel tim gabungan dari BNPB, BPBD, TNI, Polri, Manggala Agni, Masyarakat Peduli Api dan lainnya.

Sebanyak 3.773 personel TNI dari pusat diperbantukan di Riau 1.444 personel, Sumsel 1.294 personel, Kalteng 500 personel, dan Kalsel 535 personel. Sedangkan Polri dari satuan Brimob dan Penyidik dari pusat yang dikerahkan 770 personel.

Menurut Sutopo, terkendalanya pemadaman karena cuaca kering, terbatasnya air dan sarana prasarana serta luasnya wilayah yang terbakar. Selain itu, api yang sudah padam terbakar kembali karena gambut terbakar di bawah permukaan.

"Selain itu, pembakaran juga masih terjadi di lahan pertanian, perkebunan dan semak belukar. Kondisi demikian menyebabkan jarak pandang pendek diberbagai wilayah. Sementara Kualitas udara seperti ISPU di Pontianak berbahaya, Palangkaraya berbahaya, Palembang sangat tidak sehat dan Pekanbaru 208 tidak sehat,"pungkas Sutopo. (Ron/Mut)

Video Terkini