Sukses

Tuntaskan Kasus HAM, Jokowi Perlu Bentuk Komisi Independen

Independen berarti tidak ada campur tangan dari unsur negara.

Liputan6.com, Jakarta - ‎Setara Institute menyarankan Presiden Jokowi agar membentuk komisi ad hoc yang independen untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu. Independen berarti tidak ada campur tangan dari unsur negara.

"Komisi ini berisi sejumlah tokoh masyarakat dengan komitmen tinggi pada kemanusiaan dan HAM. Mereka bukan perwakilan dari kementerian atau institusi negara seperti TNI, Polri, BIN, tapi tokoh independen dan imparsial," ujar Wakil Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos di kantornya, Jakarta, Senin (28/9/2015).

Menurut Bonar, elemen negara tidak boleh ada di dalam komisi ini, karena dalam konstruksi‎ hukum aktor utama pelanggaran HAM adalah negara. Hal utama yang harus dilakukan komisi ini adalah mengungkap kebenaran, lalu merekomendasikan langkah lanjut apakah rekonsiliasi atau diselesaikan melalui pengadilan.

"Karena itu, komisi ini harus diberi mandat yang jelas dan kuat, bukan binatu baru yang bertugas mencuci kejahatan masa lalu," tutur dia.

Bila sudah terbentuk komisi ad hoc independen, Bonar menyarankan agar komisi mengkaji semua laporan yang berkaitan dengan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Kemudian, meminta semua dokumen publik ‎yang berkaitan dengan kasus, termasuk peristiwa Gerakan 30 September dibuka kepada publik.

"Komisi nantinya juga mengidentifikasi dan menyusun daftar nama pelaku serta korban dalam kasus pelanggaran HAM masa lalu, serta menyusun laporan atau white paper untuk tiap pelanggaran HAM masa lalu yang bisa diakses publik," tandas Bonar.

Berikut data pelanggaran HAM masa lalu di Indonesia versi Setara Institute.

- Pembantaian Massal 1965, korban 1,5 juta orang
-‎ Kasus Balibo, 16 Oktober 1975, korban 5 orang
- Peristiwa Malari,15 Januari 1974, korban puluhan orang
- Peristiwa Kedung Ombo, 1985, ‎korban ribuan orang
- Penembakan misterius, 1982-1985, korban 1.678 orang

- Kasus di Timor Timur pra Refrendum, 1974-1999, korban ratusan ribu orang
- Kasus Dukun Santet Banyuwangi, 1998, korban puluhan orang
- Kasus Marsinah, 1995, korban 1 orang
- Kasus Bulukumba, 2003, korban 2 orang tewas, puluhan ditahan dan luka-luka.
- Pembunuhan wartawan Udin, 1996, korban 1 orang

- Talangsari Lampung, 1989, korban 803 orang
- Penembakan Mahasiwa Trisakti, 1998, korban 685 orang
- Mei 1998, 1998, korban 1.308 orang
- Semanggi I, 1998, korban 127 orang
- Semanggi II‎, 1999, korban 228 orang

- Penculikan Aktivis 1998, 1998, korban 23 orang
- Pembunuhan Munir, 6 September 2004, korban 1 orang. (Ali/Dan)*