Sukses

Kejati Jatim Kembali Usut Izin Tambang Bermasalah Lumajang

Izin penambangan yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Lumajang diduga bermasalah.

Liputan6.com, Surabaya - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur kembali melakukan pengusutan kegiatan tambang di Desa Selok Awar Awar dan tambang pasir besi di Dusun Kaliwedang, Desa Bades, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang.

Plh Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Pidana Khusus Kejati Jawa Timur Dandeni Herdiana mengatakan bahwa izin penambangan yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Lumajang, diduga bermasalah.

"Pasir di kawasan pesisir selatan Lumajang itu diperkirakan mengandung bahan tambang bernilai triliunan rupiah. Luas areal lebih dari 8 ribu hektare. Dan, masuk kawasan konservasi alam di bawah kewenangan Perhutani," kata Dandeni di Surabaya, Rabu (30/9/2015).

Dandeni menjelaskan bahwa Pemkab Lumajang tetap mengeluarkan izin, dan sejak 2009, PT IMMS melakukan eksplorasi pasir.

Diperoleh keterangan, ‎pada akhir tahun 2013, Kejati Jawa Timur melakukan penyelidikan penambangan pasir tersebut.

"Tahun 2014 penyidik mendapati perbuatan melawan hukum. Izin eksplorasi yang dikeluarkan Pemkab Lumajang kepada PT IMMS diduga melanggar ketentuan," imbuh Dandeni.

Dandeni menyatakan bahwa selanjutnya, Kejati Jawa Timur menetapkan bos PT IMMS, Lam Chong San, dan Ketua Tim Teknis Dokumen Amdal Pemerintah Kabupaten Lumajang, RAG, sebagai tersangka.

"Akibat eksplorasi ilegal tersebut, diperkirakan ada kerugian negara mencapai Rp 126 miliar," lanjut Dandeni.

Dandeni mengakui bahwa untuk mengusut kasus ini, pihaknya banyak menemui sejumlah kendala. Di antaranya, tersangka Lam Chong San melakukan perlawanan hukum, mempraperadilankan Kejati Jawa Timur meski kemudian kalah.

"Halangan lain, saat akan melakukan penyitaan alat berat yang dipakai menambang pasir, di lokasi tambang sebagai barang bukti, tim penyidik kejaksaan dihadang ratusan warga," jelas Dandeni.

Dandeni menegaskan bahwa saat proses penyitaan alat berat dan upaya menyegel lokasi tambang, menemui kejanggalan.

"Peralatan berat milik PT IMMS yang akan kami disita, disita duluan oleh masyarakat. Tapi itu warga yang memang menolak penambangan," tegas Dandeni.

Tim yang jumlahnya sedikit dari warga, tak bisa berbuat banyak. Warga saat itu meminta tim kejaksaan agar membayar Rp 3 miliar jika ingin menyita peralatan berat tersebut.

Alasannya, warga tidak memiliki kekuatan lagi untuk menolak eksploitasi yang dilakukan PT IMMS, kecuali dengan cara menguasai peralatan beratnya.

"Akhirnya tidak jadi kami sita. Warga minta Rp 3 miliar, uang dari mana," ujar Dandeni.

Kerumitan lainnya, kasus ini berkaitan dengan banyak institusi negara. Data diperoleh, saat melakukan eksplorasi dan eksploitasi, PT IMMS tidak mengantongi izin dari Perhutani. Namun tetap melakukan eksploitasi secara by pass dengan meminta izin dari Pemerintah Kabupaten Lumajang.

"Nah, izin dari Perhutani itu bisa jadi akan digunakan tersangka untuk menggiring kasus dari pidana korupsi ke perdata," ucap Dandeni.

Menghadapi itu, Kejati Jawa Timur mengerahkan seluruh kemampuan. Termasuk mengundang tim ahli dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memantapkan kesimpulan yang diperoleh penyidik, terkait unsur korupsi pada eksplorasi dan ekploitasi pasir di Lumajang.

"Tim ahli KPK menegaskan ada unsur korupsinya. Ahli KPK kami undang baik saat proses penyidikan juga pada saat dipraperadilankan oleh tersangka Lam Chong San," tandas Dandeni.

Sementara itu, Kepala ‎Seksi Penerangan dan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jawa Timur, Romy Arizyanto membenarkan, Kejati Jawa Timur terus melakukan penelusuran terkait izin tambang di Lumajang.

"Iya, itu akan kita lakukan pendalaman," pungkas Romy. (Ali/Dan)