Sukses

Fahri Hamzah: Putusan MK Cara Praktis Calon Tunggal Pimpin Daerah

Menurut Fahri, putusan MK ini tidak membuat kegaduhan dalam Pilkada.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta ‎putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal calon tunggal tidak perlu diperdebatkan. Sebab putusan MK itu final dan mengikat yang harus dijalankan semua pihak.

‎Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, penyelenggaraan pilkada serentak 2015 bisa tetap berlangsung meski hanya terdapat 1 pasangan calon saja.

Hal itu dinyatakan MK dalam amar putusannya yang mengabulkan sebagian uji materi Pasal 49 ayat (8) dan (9), Pasal 50 ayat (8) dan (9), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), serta Pasal 54 ayat (4), (5), dan (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada (UU Pilkada).

"Sementara belum ada revisi UU, jadi ini cara paling praktis agar calon tunggal dapatkan keabsahan penuh untuk memimpin," kata Fahri Hamzah di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 30 September 2015.

Menurut dia, putusan MK ini tidak membuat kegaduhan dalam pilkada. Justru akan memperpendek masa jabatan dari para pelaksana tugas (Plt) kepala daerah. Sehingga, putusan MK yang menyerupai referendum ini tidak akan menjalar ke Pilpres.

"Kalau rakyat bilang setuju, ya kita setuju. Kalau tidak kan ada pendaftaran artinya ada kelemahan, di mana kandidat yang maju terlalu kuat sehingga tidak ada pesaingnya. Kalau tidak setuju ya pasti kandidat baru akan banyak, tapi dugaan saya pasti akan disetujui rakyat banyak kandidat kuat itu," ujar dia.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menegaskan, banyak penyelenggaraan pilkada negara-negara lain jika tidak ada permintaan untuk pergantian pimpinan, maka tidak perlu dilakukan pemilihan.

"Kalau orang sudah baik ngapain dipilih lagi. Ini sebetulnya dalam koridor demokrasi, sehingga tidak ada masalah di sini," tegas Fahri.

Sementara Ketua DPR Setya Novanto menyatakan akan meminta penjelasan atas putusan MK ini tentang calon tunggal yang boleh mengikuti Pilkada melalui referendum. "Kalau itu tentu saya menyampaikan ke komisi II, mengundang KPU dan juga Bawaslu. Karena itu, referendum ini diputuskan minta segera koordinasi kejelasan-kejelasan," kata Setya Novanto.

Selain itu dengan adanya putusan ini, dia meminta agar instansi terkait segera berkoordinasi.‎ "Supaya ada pengertian. Saya juga sudah sampaikan ke Pak Rambe (Ketua Komisi II DPR) untuk menindaklanjuti," ujar Setya.

2 dari 2 halaman

Tak Harus Ditindaklanjuti

Anggota Ko‎misi II DPR dari Fraksi Partai Hanura Rufinus Hotmaulana Hutauruk mengatakan, sampai kini pihaknya belum menjadwalkan mengadakan rapat dengan KPU dan Bawaslu untuk membahas masalah putusan MK ini. Putusan MK ini dinilanya tak harus ditindaklanjuti dengan merevisi UU Pilkada dan PKPU tentang pencalonan.

"Putusan MK ini tanpa ada revisi bisa langsung dieksekusi, sebatas hanya masalah calon tunggal. Di luar itu memang perlu direvisi," kata Rufinus.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR melanjutkan, apabila memang UU Pilkada dan PKPU perlu direvisi, maka itu tidak akan mengganggu proses pelaksanaan Pilkada. Dikarenakan, merevisi kedua peraturan tersebut tidak memakan waktu yang lama atau sampai pelaksanaan Pilkada serentak tahap pertama pada 9 Desember 2015.

"Begitu juga soal referendum, itu tidak buat kegaduhan. Justru itu sama dengan keputusan diambil oleh rakyat. Kalau calon tunggal tidak diakomodir, rakyat yang dirugikan," jelas Rufinus.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat, Muchtar Luthfi Andi Mutty menjelaskan, ‎referendum untuk perubahan UUD 1945 yang sudah dihapus itu hanyalah tafsir orde baru yang menyakralkan UUD 45.

"Kalau ini (putusan MK) memang mirip referendum karena putusan akhir tetap diserahkan kepada rakyat. Dan itulah substansi demokrasi bahwa kedaulatan tertinggi di tangan rakyat," jelas Luthfi.

Terkait masalah revisi UU Pilkada dan PKPU, Anggota Baleg DPR ini mengatakan, DPR dan KPU harus melakukannya. Hal itu menurutnya juga tidak akan mengganggu proses pelaksanaan Pilkada serentak 2015.

‎"Mau tidak mau harus siap karena putusan MK bersifat final dan mengikat. Lagi pula dalam putusan itu tidak ada interval waktu untuk pelaksanaannya‎," tandas Luthfi. (Ali/Mvi)

Video Terkini