Sukses


Ahmad Basarah MPR: Negara Harusnya Minta Maaf ke Bung Karno

Apalagi sejak 2003, MPR telah mencabut TAP MPRS No XXXIII Tahun 1967 soal tudingan Bung Karno telah mendukung G30S/PKI.

Liputan6.com, Jakarta - Peringatan peristiwa Gerakan 30 September 1965 dihelat beberapa hari lalu. Ada 4 tokoh penting terkait salah satu peristiwa tak terlupakan dalam sejarah Indonesia itu, yakni Sukarno, Soeharto, DN Aidit, dan Untung Syamsuri

Namun dalam pandangan anggota MPR Ahmad Basarah, Presiden pertama RI Sukarno adalah korban peristiwa G30S. Alasannya, akibat dari peristiwa tersebut kekuasaan Sukarno dicabut melalui TAP MPRS XXXIII Tahun 1967 tertanggal 12 Maret 1967 dengan tuduhan bahwa Bung Karno telah mendukung G30S/PKI.  
 
"Dalam Pasal 6 TAP MPRS tersebut, Pejabat Presiden Jenderal Soeharto diserahkan tanggung jawab untuk melakukan proses hukum secara adil untuk membuktikan kebenaran dugaan pengkhianatan Presiden Sukarno tersebut. Namun hal tersebut tidak pernah dilaksanakan sampai Presiden Sukarno wafat tanggal 21 Juni 1970," ucap Basarah dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (3/10/2015).

Basarah mengingatkan, melalui TAP MPR No I Tahun 2003 tentang Peninjauan Kembali Materi dan Status Hukum TAP MPRS/MPR sejak Tahun 1960-2002, TAP MPRS No XXXIII Tahun 1967 dinyatakan telah tidak berlaku lagi.

Selain itu menurut Basarah, Susilo Bambang Yudhoyono saat menjabat presiden pada 7 November 2012 telah memberikan anugerah sebagai Pahlawan Nasional kepada Bung Karno.

Merujuk UU No 20 Tahun 2009 tentang Gelar dan Tanda Jasa, sambung dia, syarat pemberian status gelar Pahlawan Nasional tersebut dapat diberikan kepada tokoh bangsa apabila semasa hidupnya tidak pernah melakukan pengkhianatan terhadap bangsa dan negara.

"Dengan telah dicabutnya TAP MPRS III Tahun 1967 dan pemberian status gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Karno tersebut seharusnya pemerintah Republik Indonesia segera menindaklanjuti dengan permohonan maaf kepada keluarga Bung Karno dan merehabilitasi nama baiknya," ujar Basarah.

Dengan demikian, sambung Basarah, permohonan maaf yang harusnya dilakukan pemerintah adalah kepada Bung Karno dan keluarganya.

Sementara wacana tentang permohonan maaf kepada Partai Komunis atau PKI, menurut Basarah masih belum memiliki dasar hukum. Sebab, TAP MPRS No XXV Tahun 1966 masih dinyatakan berlaku oleh TAP MPR No I Tahun 2003.

Hanya saja, menurut Basarah, pelaksanaan TAP MPRS XXV Tahun 1966 tersebut harus disesuaikan dengan perkembangan penghormatan terhadap HAM dan demokrasi.

"Tidak boleh lagi di era demokrasi saat ini, negara memberikan hukuman, baik secara politik maupun perdata terhadap anak cucu keturunan eks aktivis PKI yang tidak tahu-menahu apalagi terlibat peristiwa tahun 1965 lampau," pungkas Ahmad Basarah. (Ans/Mvi)