Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjadi inspektur upacara pada acara HUT ke-70 TNI di Dermaga Indah Kiat Cilegon, Banten. Sebanyak 5.567 personel TNI diterjunkan dalam perayaan tersebut.
Mereka merupakan pasukan gabungan yang terdiri dari Perwira Menengah TNI hingga siswa taruna-taruni Akademi TNI.
"Atas nama negara, pemerintah dan pribadi, saya menyampaikan ucapan selamat hari ulang tahun kepada segenap anggota dan keluarga besar Tentara Nasional Indonesia di mana pun saudara berada dan bertugas," ujar Presiden Jokowi, Senin (5/10/2015).
Advertisement
Setiap tanggal 5 Oktober, TNI selalu merayakan hari jadinya. Ketetapan HUT tersebut tak lepas dari lika-liku berdirinya lembaga pertahanan negara tersebut.
Kala itu, seperti dikutip dari Wikipedia, negara Indonesia pada masa awal proklamasi sama sekali tak memiliki kesatuan tentara. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang bersidang pada 22 Agustus 1945 lantas memutuskan untuk membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR). Dua anggota PPKI, yaitu Abikoesno Tjokrosoejoso dan Otto Iskandardinata yang mengusulkan pembentukan badan pembelaan negara tersebut.
Presiden Sukarno pun mengumumkan berdirinya BKR pada 23 Agustus 2015. Lembaga yang menampung anggota Peta (pembela Tanah Air) dan Heiho (pasukan RI yang dibentuk tentara Jepang) ini disebut bukan sebagai organisasi kemiliteran secara resmi.
"Saya mengharap kepada kamu sekalian hai prajurit bekas Peta, Heiho, dan pelaut-pelaut serta pemuda-pemuda lainnya untuk sementara waktu masuklah dan bekerjalah dalam Badan-badan Keamanan Rakyat. Percayalah nanti akan datang saatnya kamu dipanggil untuk menjadi prajurit dalam tentara," kata Sukarno, yang dikutip Liputan6.com dari tnial.mil.id.
Berubah TKR
Berubah TKR
BKR tidak berada di bawah perintah presiden sebagai panglima tertinggi angkatan perang maupun di bawah koordinasi Menteri Pertahanan. Lembaga ini berada di bawah komando Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan KNI Daerah.
Akhirnya melalui Maklumat Pemerintah pada 5 Oktober 1945, BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Perubahan nama itu hingga kini diperingati sebagai hari lahir TNI. Sukarno menunjuk Soepriyadi sebagai panglima TKR.
Selanjutnya, pada 7 Januari 1946, Tentara Keamanan Rakyat berganti nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian pada 24 Januari 1946, diubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).
Lantaran Indonesia kala itu memiliki barisan bersenjata lainnya, maka pada 5 Mei 1947, Presiden Sukarno mengeluarkan keputusan untuk mempersatukan TRI dengan barisan bersenjata tersebut. Mereka tergabung dalam wadah bernama Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Penyatuan itu terjadi dan diresmikan pada 3 Juni 1947.
Selanjutnya peran TNI mulai terlihat. Para prajuritnya mulai dilibatkan dalam perang lokal di Indonesia.
Seperti dalam kurun 1948-1962, TNI menyerang Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan melawan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Organisasi ini merupakan gerakan militan untuk mendirikan negara Islam di Indonesia.
TNI juga membantu menumpas pemberontak Republik Maluku Selatan pada 1963. Tak hanya itu, dalam operasi militer untuk pengembalian Irian Barat ke Indonesia pada 1961 sampai 1963, TNI juga dilibatkan. Bahkan pada 1962-1965, prajurit TNI juga turun dalam Konfrontasi Indonesia-Malaysia.
Advertisement
Berubah Jadi ABRI
Berubah Jadi ABRI
Indonesia sempat mengalami perubahan menjadi negara federasi dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Perubahan itu terjadi usai Konferensi Meja Bundar (KMB) yang digelar pada Desember 1949.
Seiring perubahan itu, dibentuk pula Angkatan Perang RIS (APRIS). Di dalamnya tergabung TNI dan KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda). Pada 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan Indonesia kembali menjadi negera kesatuan, sehingga APRIS berganti nama menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).
Pada 1962, angkatan perang dan kepolisian negara digabung menjadi sebuah organisasi bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Tujuannya agar tugas lembaga itu menjadi lebih efektif dan efisien.
Era Presiden Soeharto, banyak orang-orang militer ditempatkan di berbagai perusahaan dan instansi pemerintahan. Di lembaga legislatif, ABRI mempunyai fraksi sendiri di Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang anggota-anggota diangkat dan tidak melalui proses pemilu yang disebut dengan Fraksi ABRI atau biasa disingkat FABRI.
Usai Soeharto lengser pada 1998, TNI mengalami perubahan tertentu, seperti penghapusan Dwifungsi ABRI dan pemisahan Polri dari TNI pada 2000. Polri secara resmi kembali berdiri sendiri dan merupakan sebuah entitas yang terpisah dari militer.
Tak hanya itu, nama resmi militer Indonesia juga berubah dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) kembali berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). (Ali/Mut)*