Liputan6.com, Jakarta - Bocah ayu itu pamit kepada sang bunda. Pergi bermain ke rumah temannya. Dia menghilang. Tubuh mungilnya lalu ditemukan tidak bernyawa, terbujur kaku di dalam kardus.
Sekelompok pemuda menemukan jasad bocah yang kemudian diketahui berinisial F itu dalam sebuah kardus di gang pinggir Jalan Sahabat Kampung Belakang, Kamal, Kalideres, Jakarta Barat pada Jumat 2 Oktober 2015. Mengenaskan, mulut dilakban, tangan dan kakinya juga dililit lakban.
Hasil visum et repertum Tim forensik Rumah Sakit Polri Kramatjati menunjukkan, perkiraan waktu tewasnya bocah berusia 9 tahun itu, Jumat 2 Oktober sekitar pukul 10.00 sampai 14.00 WIB.
Advertisement
"Ananda F diperkirakan meninggal siang hari, antara pukul 10.00 sampai 14.00. Berarti tidak lama dari dia pulang sekolah lalu pergi main," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti ketika dihubungi Liputan6.com, Minggu 4 Oktober 2015.
Krishna menjelaskan, tim forensik menyatakan, pelaku dugaan pembunuhan bocah F sempat menyiksa gadis cilik itu di bagian leher dan mulut, sebelum akhirnya ia menghembuskan napas terakhirnya.
Tim dokter juga menemukan tanda kekerasan seksual seperti lubang anus dan kemaluan korban dalam kondisi rusak, serta terdapat cairan sperma.
Krishna mengatakan, hasil autopsi tersebut memperkuat dugaan polisi bahwa F mengalami kekerasan seksual, terkonfirmasi secara ilmiah.
"Dari hasil autopsi terhadap ananda F, terdapat cairan sperma dan mani di dalam kemaluannya. Hasil tersebut mengonfirmasi dugaan kami bahwa ananda sempat mengalami kekerasan seksual sebelum dibunuh," ujar Krishna.
Pihak sekolah SDN Kalideres 05 Pagi merasa kehilangan mengingat almarhumah termasuk siswa yang cerdas dan salah satu murid berprestasi. Mereka menggelar doa bersama. Bocah yang duduk di kelas 2 itu dikenal mudah bergaul dan mandiri.
Ibunda F, Ida Fitriani shock mengetahui putrinya yang menghilang ditemukan ditemukan tidak bernyawa. Dia tidak menyangka anaknya menjadi korban pembunuhan.
"Ibu korban masih syok," kata Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes Rudi Hariyanto di Polsek Kalideres, Jakarta, Sabtu 3 Oktober 2015 seperti yang dilansir blog Humas Polda Metro Jaya.
Pelaku Diduga Paedofil
Polisi menduga, pelaku mengidap kelainan seksual kepada anak-anak atau paedofil.
"Kita sudah tanya keluarga, orang terdekat, dan tidak menutup kemungkinan pelaku yang mengidap gangguan paedofil," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian di Makodam Jaya, Jakarta, Senin 5 Oktober 2015.
Tito menambahkan, hingga kini polisi masih terus mengumpulkan seluruh informasi dan bukti untuk dapat mengetahui sosok sang pembunuh ini. Sejauh ini dugaan sementara F dibunuh karena kejahatan seksual.
"Tim kita sudah terbentuk, korban sudah jelas siapa. Kemudian diduga dari hasil autopsinya, ada kekerasan seksual. Jadi kemungkinan dia dibunuh karena kejahatan seksual itu," tambah Tito.
Psikolog forensik menyebut, pelaku bukanlah psikopat karena caranya menghabisi nyawa dan menyembunyikan jejak korban, tidak rapi layaknya seorang psikopat yang biasanya penuh rencana.
Analisis sementara, pelaku tergolong pedofilia situasional. Terkait perilaku kekerasan, hal itu dilakukan karena faktor dendam yang mendalam, yang dilampiaskan kepada kelompok yang lebih lemah yakni anak-anak.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terpacu menyelesaikan pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).
Dengan RPTRA, keselamatan anak-anak saat bermain lebih terjamin. "Kita mau anak-anak main di 1 lokasi dan ada pagar. Jadi pulang sekolah, anak-anak tidak bisa main sendiri lagi tanpa lingkungan yang melihat," kata Ahok, Jakarta.
Ahok mengatakan, hingga akhir tahun 2015 pihaknya akan menyelesaikan 60 RPTRA, 2016 dibangun 150, dan 2017 penambahan sekitar 100‎.
Siapa Pelakunya?
Penyidik dari Polda Metro Jakarta Raya melakukan olah tempat kejadian (TKP) perkara pada Minggu 4 Oktober. Polisi lalu mengamankan seorang pemuda, warga Kamal, Kalideres, Jakarta Barat. Dia diamankan usai anjing pelacak menelusuri jejak pelaku dan mengarah ke sebuah rumah yang berjarak 50 meter dari rumah F.
Kasak kusuk warga menyebut pemuda itu bernama Ajat (23), ia tinggal di salah satu bangunan petakan itu bersama seorang bapak yang tengah sakit, seorang ibu serta 2 anak perempuan.
Penangkapan Ajat berawal dari temuan helaian rambut manusia, lakban dan tali sepatu di semak-semak dekat rumah pemuda 23 tahun tersebut.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti mengatakan, penemuan itu kemudian diperkuat oleh tim anjing pelacak. Anjing pelacak berhenti di sebuah rumah yang berada sekitar 50 meter dari rumah korban.
Namun, dia belum memastikan benda-benda itu milik bocah F. Temuan tersebut sudah diamankan penyidik untuk diperiksa lebih lanjut. "Ya, ini masih dalam penyelidikan kami pokoknya," ujar Krishna.
Polisi kembali mengamankan seorang warga untuk diperiksa sebagai saksi. "Sekarang 2 orang sudah dilakukan pemeriksaan intensif. Potensial saksi," kata dia.
Menurut dia, pria kedua ini adalah residivis yang tinggal di bedeng. Pria tersebut diduga penyuka anak kecil.
"Mainnya sama anak-anak kecil," jelas anggota Polri pertama yang bertugas di Markas Besar PBB di New York itu.
Ajat dan pria kedua ini merupakan warga sekitar lokasi kejadian. Keduanya, masih dalam pemeriksaan intensif. Krishna mengatakan, tidak menutup kemungkinan akan ada saksi lain yang diperiksa untuk mengungkap kasus pembunuhan tersebut.
Polisi menemukan sejumlah boks yang mirip dengan kardus pembungkus jenazah bocah F di tempat tinggalnya. Kendati begitu, dia meminta semua pihak menunggu proses yang tengah berjalan.
"Tapi kan belum tentu (dia pelakunya). Membongkar kasus ini harus hati-hati, tapi tidak mengabaikan. Jadi ada kriteria yang diberikan," tukas Krishna.
Pemeriksaan DNA
Tim Dit Reskrimum bersama Tim Forensik dan Disaster Victim Identification (DVI) Polda Metro Jaya akan memeriksa DNA yang menempel di tubuh bocah perempuan itu.
"Kami berkoordinasi dengan tim kedokteran forensik dan DVI akan melakukan pemeriksaan DNA dengan beberapa pihak, siapa pun. Kami akan bandingkan DNA di tubuh korban dengan terduga pelaku. Ini bagian scientific investigation," ujar Krishna Murti, di kantornya.
Meski begitu, ‎Krishna menegaskan, saksi-saksi yang diperiksa DNA-nya belum tentu terbukti sebagai pembunuhnya. Pihaknya juga akan mencari alat bukti lain untuk mencari pelaku pembunuhan disertai pelecehan seksual itu.
"Kami ingin tegaskan, belum tentu yang diperiksa DNA jadi tersangka. Jangan sampai salah media mempublikasikan. Kami akan bandingkan sidik jari dan DNA yang ada di TKP dan tubuh korban," kata dia.
Polisi juga tengah mendalami rekaman CCTV yang ada di sekitar lokasi penemuan jasad bocah 9 tahun itu.‎ Gambar yang ada di dalam CCTV itu nantinya akan dijadikan sebagai petunjuk untuk mencari pelaku pembunuhan sadis bocah F.
"Tadi malam kami bongkar CCTV. Ini bukan alat bukti, tapi sifatnya petunjuk dalam bidang penyelidikan. Data baru di-backup. Kami tidak bisa melihat secara quick scanning, tapi hati-hati. Kami bawa ke kantor dan dibuka oleh Tim IT Polda Metro Jaya," terang Krishna.
"Kami observasi perlahan dan hati-hati. Kalau signifikan, bisa jadi alat penyelidikan. Kalau tidak signifikan, tidak jadi (digunakan). Bongkar CCTV itu butuh waktu lama," imbuh dia.
Seorang warga juga memberikan rekaman CCTV dari lapaknya kepada polisi. Dalam rekaman tersebut, terlihat seorang pengendara sepeda motor membawa kardus.
Diduga kuat, kardus tersebut berisi jasad bocah F karena bentuk dan warnanya sesuai dengan yang ditemukan warga.
Anggota Komisi VIII DPR Desy Ratnasari mengatakan, hal terpenting untuk mencegah terjadinya kekerasan anak adalah dengan memperkuat peranan keluarga.
"Apa pun segala perilaku yang aneh-aneh itu bisa diminimalisir, dengan adanya kewaspadaan dan pendidikan orangtua. Jadi sebetulnya yang harus dikuatkan adalah institusi keluarga. Keberadaan ibu dan ayah harus betul-betul bisa memberikan pendidikan mental, sosial kepada anak-anak," ujar Desy di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/9/2015).
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu berpendapat, selain keluarga, terdapat juga hal lain yang perlu diantisipasi untuk mencegah kekerasan terhadap anak. Di antaranya lingkungan di sekitar.
"Bahwa kesadaran melindungi anak-anak itu tidak hanya dari orangtuanya saja, tetapi dari masyarakat di sekitarnya. Bisa juga diaktifkan kembali karang taruna, siskamling untuk menjadi sarana perlindungan menyeluruh terhadap anak-anak," tutur Desy. (Mvi/Ron)