Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menilai, negara sebaiknya tidak perlu meminta maaf pada Presiden pertama RI Sukarno. Karena hal itu hanya akan menimbulkan polemik dan kegaduhan. Â
"Sudahlah, jangan menimbulkan polemik baru," ujar Syarief di Jakarta, Selasa (6/10/2015), saat menanggapi pernyataan Ketua Fraksi PDIP di MPR Ahmad Basarah yang menginginkan pemerintah meminta maaf pada Presiden Sukarno karena dituduh mendukung Partai Komunis Indonesia (PKI).
Menurut Syarief, negara sudah memberikan gelar pahlawan kepada Sukarno tahun 2012 lalu. Penghargaan itu merupakan bentuk penghormatan kepada para pendahulu yang berjasa pada republik ini. Â
"Presiden Sukarno sudah mendapat gelar pahlwan nasional, jadi tidak perlu lagi. Karena kalau itu terjadi (minta maaf), sama saja membuat pro dan kontra baru lagi," ujar mantan menteri koperasi dan UKM ini.
Syarief yang saat ini duduk sebagai Anggota Komisi I DPR ini menjelaskan, pemberian gelar pahlawan nasional ‎kepada Soekarno karena bapak proklamatyr itu dianggap negara tidak memiliki cacat hukum selama hidupnya. Hal tersebut juga berlaku saat negara agan memberikan gelar pahlawan nasional kepada seluruh anak bangsa.
"Saya pikir semuanya sudah jelas. Karena pemberian pahlwan nasional itu dilihat dari integritasnya kepada NKRI, dan semasa hidupnya tidak memiliki cacat hukum," tegas dia.
Namun demikian, Syarief berujar, meminta maaf atau tidaknya negara kepada Bung Karno, semua dikembalikan pada Presiden Jokowi. Dirinya hanya mengingatkan, jika negara meminta maaf kepada Bung Karno pro-kontra kembali akan muncul di masyarakat.
"Tapi kalau mau minta maaf ya saya terserah Pak Jokowi lah. Tapi kalau dari kami di Partai Demokrat, tidak perlu minta maaf," tandas Syarief Hasan. (Dms/Mut)
Demokrat: Permohonan Maaf Pada Sukarno Timbulkan Polemik Baru
Waketum Partai Demokrat Syarief Hasan menilai, permohonan maaf pada Presiden pertama RI Sukarno hanya timbulkan polemik baru.
Advertisement