Liputan6.com, Jakarta - Direktur PT Sukhawati Loka Funeral, Sumarmiasih yang merupakakan pengusaha rumah duka, tak terima dengan surat telegram yang dikeluarkan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang meminta pemutusan kerja sama pemanfaatan aset tanah dan peringatan pengosongan rumah duka.
Surat pertama dengan nomor ST/1944/2015, tanggal 15 Juli 2015 perihal perintah segera melaksanakan pemutusan kerja sama pemanfaatan aset tanah TNI AD C.q KODAM JAYA, Jl Abdul Rahman Saleh No 24 Jakarta Pusat yang digunakan untuk Rumah Duka RSPAD Gatot Subroto.
Selanjutnya dikeluarkan lagi Surat Nomor B/2131/VII/2015 perihal Peringatan Kedua Pengosongan Rumah Duka RSPAD Gatot Subroto yang dikeluarkan oleh Panglima Komando Daerah Militer Jaya/Jayakarta.
Advertisement
Kini masalah tersebut tengah dimohonkan untuk dilakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Kuasa hukum Sumarmiasih, Gatot Geoi mengatakan, sebelum membawa masalah ini ke MK, terlebih dahulu pihaknya mengajukan gugatan kepada Ketua Pengadilan Militer II Jakarta perihal Gugatan Tata Usaha Angkatan Bersenjata/Tentara Nasional Indonesia tanggal 4 Agustus 2015.
"Kemudian Kepala Pengadilan Militer Tinggi II memberikan jawaban tertanggal 7 Agustus 2015 yang baru kami terima tanggal 21 Agustus 2015 yang pada pokoknya menyatakan Pengadilan Militer Tinggi II khususnya mengenai Hukum Acara Tata Usaha Militer belum diatur Peraturan Pemerintah perihal pelaksanaannya sehingga Pengadilan Militer Tinggi II belum bisa mengadili perkara tersebut," ujar Geoi dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (6/11/2015).
PP Tata Usaha Militer
Geoi pun menegaskan, dengan ketiadaan Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 353 dijadikan dasar bagi Pengadilan Militer Tinggi untuk tidak memeriksa perkara Tata Usaha Militer. Dalam hal ini Pemohon mendapatkan ketidakpastian dalam proses hukum.
"Karena itu kami memohon agar MK menyatakan Pasal 353 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Peradilan Militer (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 84 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3717) bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) dan (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2) UUD Tahun 1945," tegas Geoi.
Dia juga meminta agar MK menyatakan Pasal 353 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Peradilan Militer (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 84 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3717) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya.
"Meminta MK agar menyatakan Pasal 353 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Peradilan Militer bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan sepanjang dimaknai hukum acara tata usaha militer dipersamakan tata caranya sebagaimana Hukum Acara Tata Usaha Negara yang diatur dalam UU PTUN," pungkas Geoi. (Ado/Ron)