Liputan6.com, Jakarta - Polemik masuk atau tidaknya revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke dalam Program Legisasi Nasional (Prolegnas), akhirnya berakhir. Revisi UU KPK diputuskan masuk Prolegnas 2015. Adalah Fraksi PDI Perjuangan yang menjadi 'motor' usulan revisi UU KPK tersebut.
"Baleg (Badan Legislasi) tidak bisa menolak karena ada usulan. Karena aturannya ada pengusul, maka harus kami bahas. Ini usulan PDIP dan beberapa lintas fraksi," kata Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa 6 Oktober 2015 malam.
Menurut dia, terdapat pasal-pasal yang dikhawatirkan masyarakat bakal digemboskan, justru sebaliknya membuat keseimbangan antar penegak hukum lainnya. Oleh karena itu, pencegahan dan pemberantasan korupsi dapat dilakukan bersama-sama di kemudian hari.
Dengan begitu, Firman menambahkan, tidak ada lagi lembaga penegak hukum yang lebih super body di atas penegak hukum lainnya. Untuk itu, diperlukan adanya kesetaraan antar lembaga penegak hukum dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Tapi, usulan masuknya revisi UU KPK belum bersifat final. Sebab, Baleg DPR baru akan mengambil keputusan di tingkat pleno untuk dilajutkan dalam rapat bersama pemerintah.
"Ini hanya mengambil keputusan pleno dan bisa dilanjutkan untuk dirapatkan dengan pemerintah masuk dalam Prolegnas,” ungkap Firman.
Wakil Ketua Baleg lainnya, Sareh Wiyono menambahkan, fraksi yang mengusulkan revisi UU tersebut selain PDIP adalah Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Fraksi Hanura, Fraksi Nasdem, Fraksi Golkar dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Adanya usulan lintas fraksi pada Baleg terkait dengan pertama, perubahan pengusulan RUU UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dalam Prolegnas 2015. Yang semula disiapkan pemerintah," kata Sareh.
Sareh menambahkan, pemerintah juga mengusulkan agar revisi UU KPK masuk dalam Prolegnas Prioritas 2015. Namun, hingga kini pemerintah belum menyerahkan draf dan naskah akademik revisi UU tersebut. "Sehingga dari anggota mengusulkan agar ini bisa diselesaikan dan masuk ke dalam Prioritas 2015," ucap Sareh.
Perkuat KPK
Dalam rapat tersebut, anggota DPR dari Fraksi PDIP Henry Yosodiningrat mengatakan, revisi UU KPK perlu dilakukan lantaran hukum harus mengikuti perkembangan masyarakat. Kondisi masyarakat pada 2002 berbeda dengan masyarakat di 2015.
"Saya berharap masyarakat umum jangan mudah katakan bahwa pihak yang ingin merevisi mengatakan pelemahan KPK. Semua ingin jadikan bangsa ini bermartabat. Bersih, lepas dari tindak pidana korupsi," ujar Henry.
Dia meminta seluruh masyarakat memaknai revisi UU KPK sebagai bagian dari kecintaan DPR kepada KPK, dan tujuannya untuk pemberantasan korupsi yang mengakar.
"Banyak penyidik di KPK harus diluruskan. Apa, siapa, dan dimana. Jaksa juga harusnya dia satu, mewakili negara. Bukan KPK. Tidak ada keinginan lemahkan KPK," tegas Henry.
Demokrat dan Gerindra Tidak Sepakat
Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Demokrat Jefri Riwu Kore menyatakan, fraksinya tak akan ikut dengan 6 fraksi tersebut, yang telah menyatakan ingin merevisi UU KPK dan dimasukkan ke dalam Prolegnas Prioritas 2015.
Penolakan itu didasari karena revisi UU KPK seakan dipaksakan untuk masuk Prolegnas Prioritas 2015. "Kok nyelonong ke 2015? Saya belum ada gambaran jelas, kenapa dipaksakan? Ini jadi preseden buruk, karena Prolegnas sudah hampir selesai," kata Jefri.
Anggota Baleg dari Fraksi Gerindra Martin Hutabarat juga mempertanyakan sikap 6 fraksi yang ngotot menginginkan UU KPK direvisi.
"Kita sudah sepakati 37 RUU Prolegnas tahun ini. Tapi kemudian sudah 9 bulan hanya 1-2 yang selesai. Tiba-tiba melompat lagi RUU baru, rakyat bingung apa maunya DPR," kata dia.
Martin juga heran dengan alasan dibalik revisi UU KPK itu yang disebut untuk menguatkan fungsi KPK. Dia justru menilai revisi tersebut membuat fungsi KPK 'dipereteli' dalam upaya memberantas korupsi. (Sun/Ron)
PDIP 'Motori' Revisi UU KPK Masuk Prolegnas
Fraksi Demokrat dan Gerindra menyatakan penolakannya revisi UU KPK masuk Prolegnas 2015.
Advertisement