Liputan6.com, Jakarta - Kabut asap masih menghantui masyarakat di Jambi. Musibah yang terjadi akibat kekeringan di kemarau panjang itu melumpuhkan hampir segala sendi kehidupan di daerah itu. Terutama bagi Orang Rimba Jambi atau biasa disebut Suku Anak Dalam (SAD).
Akibat kebakaran lahan dan hutan, sejumlah warga Rimba Jambi dilaporkan lebih sering 'melangun' atau mengembara untuk mencari tempat berteduh. Hal ini terjadi di kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) yang selama ini menjadi lokasi paling banyak dihuni warga Rimba Jambi. Wilayah TNBD membentang di 2 daerah yakni di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun.
Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kabupaten Sarolangun mengungkapkan dampak terberat dialami oleh Orang Rimba yang menempati kawasan TNBD di Kecamatan Air Hitam.
Kabid Kesejahteraan Dinsosnakertrans Sarolangun, Iskandar Muda menyatakan ruang gerak Orang Rimba terbatas akibat kebakaran lahan dan hutan. Stok makanan dan binatang yang biasa diburu Orang Rimba hilang.
"Bukan hanya stok makanan dan binatang buruan yang berkurang, tapi penghasilan mereka (Orang Rimba) juga berkurang, lingkungan tempat semakin sempit karena hutan sudah terbakar," jelas Iskandar di Jambi, Rabu 7 Oktober 2015.
Akibat kondisi itu, kata Iskandar, Orang Rimba yang ada di Kecamatan Air Hitam, Sarolangun memilih pindah untuk mencari lokasi yang lebih aman. Ia menyebutkan Orang Rimba di Kecamatan Air Hitam berjumlah sekitar 350 KK.
Sementara Camat Air Hitam, Feri Riswandi mengatakan kebakaran hutan menyebabkan sejumlah lokasi kebun karet dan tanaman obat milik warga rimba habis terbakar.
Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Rudi Syaf yang selama belasan tahun melakukan pendampingan terhadap warga Rimba Jambi mengatakan titik panas (hot spot) di kawasan Orang Rimba Jambi relatif kecil. Namun, Orang Rimba yang berada di alam bebas lebih amat rentan akan bahaya kabut asap.
"Terakhir, terpantau ada 3 titik panas, 2 di bagian selatan TNBD dan sudah bisa dipadamkan. Satu titik ada di kawasan kebun sawit. Meski sedikit, namun tidak berarti tidak berbahaya, khususnya bagi warga SAD," ujar Rudi.
Menurut dia, Orang Rimba tidak biasa menghadapi 'serangan' kabut asap seperti warga Jambi pada umumnya karena mereka tinggal di alam bebas. Untuk itu, Rudi berharap penanganan kabut asap benar-benar dilakukan secara menyeluruh, tak hanya menyentuh warga umum. Namun juga komunitas Orang Rimba.
Aktivitas Ilegal
Sementara, terkait munculnya titik panas di kawasan tempat tinggal Orang Rimba, Rudi menduga ada aktivitas ilegal warga luar yang masuk ke kawasan TNBD. Mereka diduga masuk kawasan itu untuk menangkap burung rangkong.
"Aktivitas itu cukup marak, jadi warga itu kan membuat api untuk makan dan minum. Karena lalai jadi ikut membakar kawasan hutan dan timbullah titik api. Padahal menangkap burung rangkok itu kan ilegal," ungkap Rudi.
Provinsi Jambi adalah satu dari 5 provinsi di Indonesia yang menyatakan darurat asap akibat kebakaran lahan dan hutan. Bencana ini sudah terasa hampir 3 bulan di Jambi. Dari data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi, luas lahan dan hutan yang terbakar di provinsi tengah Sumatra ini mencapai 33 ribu hektare. (Bob/Ans)
Hutan Terbakar, Orang Rimba Jambi Kesulitan Cari Tempat Tinggal
Orang Rimba yang berada di alam bebas lebih amat rentan akan bahaya kabut asap.
Advertisement