Liputan6.com, Jakarta - Polemik masuk atau tidaknya revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke dalam Program Legisasi Nasional (Prolegnas) 2015, akhirnya berakhir. Revisi UU KPK diputuskan masuk Prolegnas prioritas 2015, yang 'dimotori' Fraksi PDI Perjuangan.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menduga, ada pihak yang menakut-nakuti Presiden Joko Widodo, dengan masuknya revisi UU KPK dalam Prolegnas prioritas 2015.
Meskipun PDIP sebagai pengusung pemerintahan Jokowi dan menjadi 'motor' revisi UU KPK, Fahri menilai, pihak yang menakut-nakuti Jokowi bukan dari kalangan partai politik.
"Dugaan saya ada yang menakut-nakuti Pesiden soal ini. Ada kelompok lobi tapi bukan parpol. Jelas, kerusakan tatanan negara terjadi terang benderang, bagaimana cara pandang kekacauan ini," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (8/10/2015).
Karena itu, Fahri mengimbau, agar Baleg DPR berkonsultasi dengan Pemerintah terkait revisi UU KPK tersebut, apakah sudah setuju atau tidak. Sebab, jika Pemerintah tidak mengirimkan perwakilannya dalam pembahasan revisi ini, UU KPK tidak bisa direvisi.
"Menurut saya jangan melangkah jauh Baleg itu, kita tanya dulu nih (Pemerintah), mau nggak diubah UU KPK? Sebab kalau Presiden tidak kirim orang, ya tidak berubah," tegas dia.
Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, konsultasi tersebut harus dilakukan Baleg DPR, agar ke depan masyarakat tidak menilai itu keinginan DPR. Padahal, tidak semua fraksi ikut mendukung revisi UU KPK.
"Jangan dianggap ini nafsunya kita, karena problem ini di dalam pemerintahan. Sekarang siapa yang memberhentikan pimpinan KPK? Kan Presiden. Yang mengusulkan Perppu KPK, yang mengusulkan revisi ini awalnya siapa? Itu Pemerintah. Nah, ini kenapa kemudian jadi persoalan DPR?" tanya dia.
Fahri menegaskan, revisi UU KPK ini berasal dari usulan Pemerintah. Selain itu, KPK sempat dilibatkan saat Jokowi akan menyusun kabinet. Di mana KPK diminta memverifikasi sumber harta kekayaan para calon menteri Kabinet Kerja.
"Ini jangan dilupakan, harus diungkap, karena pada waktu itu ada konflik yang sangat jelas, terbuka tajam, dan sangat luar biasa. Pertama, KPK dilibatkan di dalam menyusun kabinet, lalu ada orang-orang (calon menteri) yang dikasih stabilo merah kuning hijau. Nah, katanya ada calon tersangka, tapi mana sekarang?" tanya dia.
"Begitu sampai DPR, dikunyah DPR, lalu masuklah Prolegnas prioritas. Begitu masuk, ada ribut pemerintah mulai, bagaimana itu? Atas dasar itulah pimpinan dewan minta agar konsultasi dengan pemerintah," tandas Fahri. (Rmn/Sun)
Fahri Hamzah: Ada yang Menakuti Jokowi soal Revisi UU KPK
Menurut Fahri Hamzah, pihak yang menakuti Jokowi terkait revisi UU KPK bukan dari kalangan parpol.
Advertisement