Sukses

Cara Menteri Anies Tekan Angka Siswa Putus Sekolah

Menteri Anies kembali menegaskan ‎bahwa UU tentang wajib belajar 12 tahun bukan prioritas utama.

Liputan6.com, Jakarta - ‎Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencanangkan wajib belajar (wajar) 12 tahun. Langkah ini dilakukan untuk menunjang kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.

Terlebih kompetensi di dunia kerja juga cukup tinggi. Namun hingga kini program wajib belajar 12 tahun belum memiliki landasan hukum.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan menyatakan, saat ini pihaknya lebih fokus meningkatkan ‎jumlah tenaga pendidik dan tempat belajar. Jumlah sekolah menengah di Indonesia dinilai masih cukup minim, baru sepertiga dari target yang dibutuhkan.

"Kami akan kerjakan secara bertahap (wajib belajar 12 tahun). Jadi jangan sampai juga kita sudah langsung ke undang-undangnya ada, tapi tempatnya belum ada. Gedung tingkat sekolah menengah itu baru ada sekitar 50 ribuan," ucap Anies saat ditemui di kantornya, Senayan, Jakarta, Kamis (8/10/2015).

‎"Nah kalau sudah, wajar (wajib belajar) 12 tahun. Dan kita baru sepertiga, yang ada justru kita enggak bisa kejar. Jadi yang sekarang kita lakukan secara bertahap itu menambah kelas-kelas," imbuh dia.

Saat ini, RUU tentang wajar 12 tahun belum masuk program legislasi nasional (prolegnas) 2015. Rencananya, RUU akan diajukan ke DPR pada 2016. Namun begitu, Anies kembali menegaskan ‎bahwa UU tentang wajar 12 tahun bukan prioritas utama.

"Undang-undangnya kalau tahun ini kan sudah lewat, tapi mungkin tahun depan akan kita ajukan. Tapi saya pikir yang lebih penting bukan semata-mata undang-undangnya. Yang penting itu gurunya siap, sekolahnya siap. Begitu tempatnya ada, dengan sendirinya orang akan sekolah," tutur mantan Rektor Universitas Paramadina itu.

Anak Putus Sekolah

Menteri Anies juga menyoroti soal masih banyaknya anak yang putus sekolah. Minimnya fasilitas gedung sekolah di sejumlah daerah dianggap sebagai salah satu pemicunya.

Saat ini jumlah sekolah dasar di Indonesia sekitar 139 ribu. Jumlah tersebut 2 kali lebih banyak dari desa di Indonesia yang totalnya 74 ribu. Namun jumlah sekolah tingkat menengah pertama dan atas masih terlampau sedikit.

"Kemudian kenapa pada putus sekolah? Kalau kita lihat karena akses geografis. SMP ada sekitar 39 ribu, SMA itu cuma 26 ribu, kalau SD ada 139 ribu. Artinya jumlah SD sudah menjangkau semua tempat. Jumlah desa di Indonesia itu 74 ribu. Jadi jumlahnya sudah 2 kali lipat desa. Tapi SMP belum, SMA belum," kata Anies.

Anies ingin, dengan bertambahnya jumlah gedung bisa meminimalisir angka putus sekolah. Terlebih, ia berharap sekolah hingga tingkat SMA tidak dianggap sebagai kewajiban, melainkan kebutuhan.‎

"Nah kita ingin mendorong (sekolah) menjadi kebutuhan. Memang kalau kewajiban itu artinya negara harus menyelenggarakan, orang tua wajib mengirim anaknya ke sekolah. Tapi kalau sekarang posisi kita adalah menyelenggarakan (sekolah) meski belum mewajibkan orang tua untuk mengirim anaknya ke sekolah. Jadi bertahap,"‎ tutup Anies. (Ali/Rmn)