Liputan6.com, Jakarta - DPR RI tengah merancang undang-undang kontroversial. Salah satunya rancangan undang-undang (RUU) Pengampunan Nasional.
Dalam RUU tersebut, nantinya seseorang atau lembaga yang mau melapor atau mengembalikan uang hasil kejahatan, maka akan diampuni atau terhindar dari pidana.
Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama atau Ahok pun tergelitik untuk angkat bicara. Dia menilai hal itu bisa saja dilakukan, dengan sejumlah syarat.
"Makanya saya bilang, kalau ada pemutihan pengampunan koruptor boleh, tapi harus disebutkan juga ke depan bahwa harus ada pembuktian terbalik harta pejabat, baru kita rekonsiliasi," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Jumat (9/10/2015).
"Jadi kalau Anda mau rekonsiliasi pengampunan koruptor boleh, tapi ke depan yang mau jadi pejabat harus bisa mengumumkan hartanya dari mana, bukan cuma berapa, baru adil kan?" lanjut dia.
Mantan Bupati Belitung Timur itu menegaskan, bila RUU tersebut akan diberlakukan maka perlu ada batasan waktu yang perlu diberikan pengampunan.
"Misalnya (yang diampuni) kejahatan korupsi sampai tahun 2015 atau 2010 kemarin, atau pasca-reformasi, kan kita semua reformator nih, ya kan, korupsi yang dilakukan sebelum 98 (tahun 1998 atau era orde baru) kita ampuni, supaya fair kan," tutur Ahok.
Dengan adanya RUU Pengampunan Nasional itu, Ahok pun menyindir para penguasa DPR yang berlatar belakang aktivis reformasi 1998.
"Katanya kan yang berkuasa sekarang adalah aktivis-aktivis antikorupsi yang menumbangkan Pak Harto, menumbangkan orde baru, jadi orang-orang yang sudah bertekad, mau membaguskan negara ini. Berarti pengampunan koruptor itu hanya berlaku sampai 1998, misalnya," pungkas Ahok.
Pada Selasa 6 Oktober DPR membahas 2 rancangan undang-undang untuk dimasukkan ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional 2015 di gedung DPR. Kedua rancangan yang dibahas yakni UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan RUU tentang Pengampunan Nasional.
Latar belakang pembentukan RUU Pengampunan Nasional ialah rendahnya kepatuhan masyarakat terhadap pajak.
Menurut anggota DPR dari Fraksi PDIP, Hendrawan Supratikno, RUU Pengampunan Nasional mendesak karena banyak orang yang menyimpan uang hasil kejahatan di luar negeri untuk mencari aman. Dia menegaskan dalam RUU tersebut, asalkan seseorang atau lembaga mau melapor atau mengembalikan uang hasil kejahatan, mereka akan diampuni atau terhindar dari pidana. (Put/Mut)
Sindiran Ahok untuk DPR Rancang UU Pengampunan Koruptor
DPR RI tengah merancang undang-undang kontroversial. Salah satunya rancangan undang-undang (RUU) Pengampunan Nasional.
Advertisement