Sukses

Kak Seto: Hukum Mati Pelaku Kejahatan Terhadap Anak

Pemerhati Anak Seto Mulyadi mengungkapkan, kejahatan narkoba saja bisa dihukum mati.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia masih terus terulang. Fenomena ini memberi kesan, bahwa para pelaku kejahatan tersebut tidak mendapatkan efek jera dari hukuman yang telah diterimanya.

Pemerhati anak, Seto Mulyadi menilai, selama ini hukuman terhadap pelaku kejahatan dan kekerasan seksual anak belum tegas. Bahkan seolah-olah bisa dibeli oleh para predator anak itu.

"Ya, (hukuman) ‎kurang tegas, seolah-olah hukum bisa dibeli. Lihat saja kasus Angeline mentah, JIS (Jakarta International School) mengambang, apalagi di tempat-tempat lain," ujar pria yang akrab disapa Kak Seto di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta, Jumat (9/10/2015).

Seto mengaku kerap menerima keluhan terkait upaya hukum kasus kekerasan anak dari berbagai daerah. Ia menilai, kasus kekerasan terhadap anak tidak menjadi prioritas di negara ini.

"Padahal masalah anak adalah masalah generasi beberapa tahun ke depan," imbuh dia.

Karena itu, Seto meminta semua pihak mengawal kasus kekerasan terhadap anak hingga tuntas. Dia khawatir jika sanksi terhadap para predator itu tidak tegas, maka kasus-kasus kekerasan terhadap anak akan terus terjadi.

"Harus tegas dan betul-betul dikawal oleh semua pihak. Media juga harus mengkritisi seperti kenapa kasus Angeline masih mengambang. Jadi seakan tidak ada efek jera bagi pelakunya," tandas Seto.

Hukuman Mati

Seto mengungkapkan, sanksi yang paling pantas bagi pelaku kejahatan dan predator seksual anak adalah‎ hukuman mati. Jika hukuman ringan, kata Kak Seto, dia khawatir akan jatuh korban lagi begitu pelaku-pelaku itu bebas dari masa hukuman.

"Seperti dulu yang saya sampaikan, narkoba saja ‎hukuman mati. Ini juga kalau bisa (hukuman mati). Harus ada sesuatu yang perlu menjadi efek jera," ucap Kak Seto.

Saat ditanya apakah perlu merevisi Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, Seto menegaskan, implementasi hukum itu yang semestinya diutamakan. Ia juga berharap, semua lapisan masyarakat mampu menjadi aktivis perlindungan anak.

"UU yang ada saja tidak dilaksanakan dengan sangat konsekuen dan serius. Jadi betul-betul semua pihak harus jadi aktivis perlindungan anak. Apresiasi media harus serius, kalau ada kekerasan anak harus sangat peduli sekali," pungkas Seto.

Beberapa bulan lalu, publik sempat dihebohkan dengan kasus pembunuhan bocah Angeline di Denpasar, Bali. Pembunuhan bocah 8 tahun itu diskenario sedemikian rupa. Beberapa saat kemudian, kasus penelantaran anak terjadi di Cibubur, Jakarta Timur.

Terbaru, seorang bocah berinisial F yang baru berusia 9 tahun di Kalideres, Jakarta Barat, ditemukan tewas di dalam kardus. Bocah itu juga mengalami kekerasan seksual.

Selang beberapa hari, di Cakung, Jakarta Timur, seorang bocah berusia 5 tahun ditemukan tewas mengenaskan bersama sang ibu.‎ Bocah berinisial Y itu ditemukan tewas dengan luka bacok seperti dialami ibunya. (Dms/Sun)