Sukses

Kabut Asap, Hujan, dan Presiden

Kemeja putih, celana hitam, dan dipadu topi merah dikenakan sang Presiden di negeri kabut asap.

Liputan6.com, Jakarta - Rumput dan dedaunan yang semula kering dan berdebu mulai basah disiram air hujan. Namun rintik air dari langit itu tak cukup membuat semburat hijau alaminya muncul kembali. Padahal sudah 3 hari sejak 7 Oktober 2015, hujan lebat terus-menerus mengguyur seisi kota.

Namun begitu, Ridho mengaku amat bersyukur. Ini karena sudah 2 bulan lebih hujan tidak mengguyur kotanya, Jambi. Sebelumnya kabut asap yang memenuhi langit membuat kota itu berubah warna menjadi kekuningan karena bercampur debu.

Setelah hujan turun, warna kuning pun berganti putih.

"Alhamdulillah, meski kabut masih pekat, sekarang terlihat putih karena hujan semalam, kemarin-kemarin kekuningan. Hujan lebat sekali lagi saya yakin kabut asap akan hilang," kata Ridho, warga Seberang Kota Jambi kepada Liputan6.com, Kamis 8 Oktober 2015.

"Mungkin karena baru sekali hujan lebat, jadi asapnya belum hilang. Apalagi lahan gambut yang terbakar kalau disiram air biasanya lebih tebal asapnya. Mudah-mudahan hujan kembali lebat hari ini," imbuh dia.

Kabut asap tahun ini memang dahsyat. Sejak September 2015, tercatat ada 500 penerbangan yang terpaksa dibatalkan lantaran pekatnya asap di daerah tersebut. Tebalnya kabut tak memungkinkan pesawat melintas.

Karena alasan itulah Presiden Jokowi menunda keberangkatannya ke Jambi hingga Sabtu (10/10/2015).

Mengungsi

Doa Ridho terjawab. Hujan terus turun di langit Jambi sampai Jumat 9 Oktober 2015. Maka tak heran jika kabut asap berangsur tipis.

Namun itu tak cukup untuk membuat warga Jambi mampu bertahan bernapas di dalam kabut. Tak tahan terkurung pekatnya kabut asap yang selama 2 bulan lebih bertahan di Jambi, sebagian warga mengungsi ke beberapa kota di Pulau Jawa. Salah satu warga yang mengungsi adalah Suratman (39).

Suratman yang sehari-hari bertugas sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Pemkab Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) memilih mengungsikan sementara istri dan ketiga anaknya di rumah orang tuanya di Sragen, Jawa Tengah. "Saya kasihan akan kondisi istri dan anak-anak.

Apalagi anak-anak saya masih kecil. Daripada tiap hari menghirup asap kotor, saya memilih mengungsikan mereka ke rumah orang tua sementara waktu menunggu kondisi asap membaik," ujar Suratman kepada Liputan6.com, Jumat 9 Oktober 2015.

Hal senada diungkapkan Dede (40), salah seorang warga Jambi yang sehari-hari bekerja di salah satu perusahaan perkebunan di provinsi itu. Dia sudah mengungsikan kedua anaknya yang masih balita ke rumah orang tuanya di Bekasi, Jawa Barat, hampir satu bulan ini.

"Saya khawatir pekatnya kabut asap berdampak pada kesehatan anak saya. Meski berat harus berpisah, terpaksa saya ungsikan ke rumah orang tua selama beberapa waktu menunggu kondisi asap hilang," kata Dede.

Kabut asap membuat udara di sebagian wilayah Riau tidak sehat lagi (Liputan6.com/M Syukur)

Pada hari yang sama di belahan Sumatera lain, Jokowi tengah memantau kondisi bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Riau.

Sama seperti Jambi, selubung kabut di langit Riau juga mulai menipis. Jarak pandang yang sebelumnya berkisar ratusan meter untuk sementara waktu ini membaik hingga radius 3 kilometer. 

Namun hal ini malah membuat warga Riau gelisah. Seperti yang dirasakan warga Pekanbaru, Riau T Simbolon.

"Kenapa ya, setiap Presiden datang asap selalu menghilang di Riau. Hari ini Presiden Jokowi datang, asap pekat mulai menghilang. Hal ini juga terjadi saat Presiden SBY dulu datang ke Riau untuk memantau kebakaran hutan, asap mendadak menipis," celetuk T Simbolon pada Jumat 9 Oktober 2015.

"Kalau ada asap pekat kan jadi lebih menarik kunjungan Presiden Jokowi ke Riau. Jokowi jadi bisa merasakan penderitaan masyarakat Riau selamat beberapa bulan ini," tutur pegawai negeri sipil (PNS) di Mapolda Riau itu.

Dia berharap, kedatangan Jokowi dapat memberi solusi yang berarti. Dengan demikian, kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap yang melanda Riau tiap tahunnya bisa teratasi.

Meski begitu kabut yang menipis belum memberikan dampak pada aktivitas penerbangan di Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru, Riau. Aktivitas di bandar udara tersebut masih tertatih-tatih. Sebanyak 40 penerbangan dari sejumlah maskapai tetap dibatalkan.

Namun Airport Duty Manager Bandara SSK II Hasnan mengatakan, jarak pandang di lintasan pacu bandara pada hari ini jauh lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Saat ini terpantau jarak pandang sekitar 2 kilometer.

"Dari semua yang dijadwalkan, 40 penerbangan dibatalkan oleh sejumlah maskapai. Hal ini merupakan imbas kabut asap pekat beberapa waktu lalu, meski sekarang sudah menipis," kata Hasnan.

"Meski rata-rata jarak pandang 2.000 meter, operasional penerbangan belum normal sepenuhnya. Masih ada maskapai penerbangan belum sepenuhnya melayani jadwal yang ada," ujar dia.

Meski asap sudah menipis di Riau, bukan berarti tidak ada titik panas di Pulau Sumatera. Jumat pagi 9 Oktober 2015, satelit mendeteksi 414 titik panas di Sumatera. Provinsi Sumatera Selatan masih mendominasi.

Seperti dipaparkan Kepala Stasiun Meteorologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sugarin.

"Di Sumsel terdeteksi 363 titik panas. Untuk Riau sendiri ada 2, kemudian Lampung 9, Bengkulu 8, Jambi 1 , dan Bangka Belitung 31," kata Sugarin.

Kunjungan Sang Presiden

Kemeja putih, celana hitam, dan dipadu topi merah dikenakan sang Presiden. Jumat 9 Oktober 2015, Jokowi menginjak Kabupaten Kampar, Riau. Butuh waktu sekitar 4 jam untuk tiba di kabupaten yang masih diselimuti oleh kabut asap itu.

Jokowi lebih dulu meninjau posko pelayanan kesehatan di Puskesmas Kuok, Desa Lereng, Kecamatan Kuok. Puskesmas ini juga menjadi tempat berobat bagi para korban kabut asap.

Ilustrasi Jokowi (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Di sana dia mengumumkan kembali keputusannya menerima bantuan asing untuk menangani bencana kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap yang terjadi di Sumatera serta Kalimantan.

"Negara yang telah menyanggupi memberikan bantuan penanganan bencana asap, yakni Singapura, Malaysia, Korea, Rusia, Australia, dan Tiongkok. Tapi yang datang hari ini dari Singapura," ujar Jokowi.

"Mungkin Minggu akan mulai berdatangan nanti," sambung dia.

Melalui Tim Komunikasi Presiden, Jokowi mengatakan, bantuan yang diterima dari negara-negara asing tersebut berupa pesawat yang akan dikonsentrasikan untuk water bombing atau pengeboman air di wilayah Sumatera Selatan.

"Karena memang dari hasil checking kita, titik api terbanyak itu memang masih di Sumsel," ujar dia. ‎ Pesawat-pesawat itu, menurut Jokowi, dapat membawa air untuk water bombing dengan kapasitas 12.000-15.000 liter. Sedangkan pesawat yang ada hanya memiliki kapasitas angkut 500-4.300 liter. ‎

"Kalau bisa teratasi selama 2 minggu. Pemadamannya dikonsentrasikan di Sumsel karena titik api terbanyak masih di Sumsel," ucap dia.

Selain itu, pemerintah berencana membeli pesawat amfibi untuk membantu memadamkan kebakaran hutan dan lahan pada tahun depan. Anggarannya segera dibahas dengan DPR.

Suami Iriana itu menyebutkan, minimal 3 pesawat yang akan dibeli. Masing-masing pesawat bisa mengangkut dan menjatuhkan air sebanyak 12 ton sekali terbang.

"Pesawat yang rencananya dibeli khusus untuk pemadaman lewat udara atau water bombing," pungkas Jokowi. (Ndy/Ans)*