Liputan6.com, Jakarta - Komisi XI DPR sedang menyiapkan draf Rancangan Undang-Undang Perbankan yang nantinya akan merevisi UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 yang dianggap sudah tidak sesuai dengan kondisi dan tantangan saat ini.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar M Misbakhun mengatakan, pihaknya sedang bekerja secara maraton demi menyelesaikan RUU itu. Fraksi Partai Golkar mempunyai beberapa konsep awal sebagai dasar pemikiran yang akan dimasukkan pada RUU Perbankan tersebut.
Tujuan utama konsep itu kata dia, adalah bagaimana memperkuat industri perbankan nasional supaya bisa menjadi alat pendukung pembangunan nasional dan membawa manfaat bagi pengusaha nasional.
"Sehingga kepentingan nasional tetap terjaga dengan baik. Karena saat ini perbankan nasional berpraktik dengan sangat liberal di mana kepemilikannya juga dikuasai oleh asing. Sementara risikonya menjadi risiko regulator, pemerintah kita," kata Misbakhun di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat malam 9 Oktober 2015.
Untuk itu, imbuh Misbakhun, Fraksi Partai Golkar memandang perlu adanya upaya mendesain ulang arsitektur industri perbankan nasional dengan adanya revisi RUU Perbankan ini.
Beberapa konsep awal itu adalah sebagai berikut. Pertama, untuk kepemilikan saham pada unit usaha bank, akan diatur dan dibatasi hanya pada angka maksimum 20%, baik itu oleh kepemilikan pengusaha nasional atau oleh asing.
"Pengaturan ini perlu mengingat risiko dunia perbankan yang makin besar pada skala saat ini apabila terjadi situasi yang tidak dikehendaki dan semua risiko akan menjadi risiko yang ditanggung negara," papar Misbakhun.
Kedua, market share asset bank asing dan bank-bank yang dimiliki oleh asing dibatasi maksimum 30% dari total asset industri perbankan nasional. Aturan ini untuk menghindari dikuasainya aset penting nasional oleh bank asing dan bank yang dikuasai asing.
Ketiga, bank hanya boleh memiliki anak perusahaan di bidang keuangan maksimum dua anak perusahaan. Sehingga risikonya lebih terukur untuk holding company.
"Kantor cabang bank asing di Indonesia harus menjadi subsidiary company yang berbadan hukum Indonesia," ujar Misbakhun.
Misbakhun menekankan, usulan tersebut demi tercapainya demokrasi ekonomi Indonesia dan keadilan ekonomi untuk membuka partisipasi yang lebih luas bagi semua lapisan rakyat Indonesia.
"Dan jangan sampai satu orang atau kelompok menguasai modal yang sangat besar," tandas Misbakhun. (Ans/Mar)
Fraksi Golkar Dorong Pembatasan Kepemilikan Asing atas Bank
Komisi XI DPR sedang menyiapkan draf RUU Perbankan yang nantinya akan merevisi UU Perbankan No 10 Tahun 1998.
Advertisement