Sukses

Berkas Perkara Tersangka Pemerasan AKBP PN Segera Dilimpahkan

Berdasarkan keterangan yang sudah diambil penyidik dari sejumlah saksi, dugaan pemerasan semakin kuat.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Bareskrim Polri berencana segera melimpahkan kembali berkas dan barang bukti tersangka AKBP PN ke jaksa penuntut umum. Pelimbahan ini merupakan yang kedua untuk perkara yang membelit PN, oknum perwira menengah kepolisian yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan pengusaha karaoke di Bandung, Jawa Barat.

Kasubdit II Tipikor Bareskrim Polri Kombes Djoko Purwanto mengatakan, berkas perkara kasus yang menjerat PN sudah dinyatakan lengkap oleh jaksa alias P21. Tapi dia belum bisa memastikan kapan tepatnya pelimpahan dilakukan.

"Pekan depan kita limpahkan tahap II," kata Djoko di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat 9 Oktober 2015.

Dia melanjutkan, berdasarkan keterangan yang sudah diambil penyidik dari sejumlah saksi, dugaan pemerasan makin kuat. Saksi yang dihadirkan penyidik merupakan saksi di lokasi dan anak buah PN.

PN juga tidak mampu menunjukkan surat perintah saat melakukan penggeledahan di Bandung. Tidak hanya itu, barang bukti narkoba yang dijadikan dasar pemerasan oleh PN tidak bisa diperlihatkan.

"Barang bukti tak bisa ditunjukkan, surat pemeriksaan terhadap para 'pemilik' narkoba pun tak ada," ungkap Djoko.

Dengan begitu, penyidik yakin PN melakukan pemerasan. Polisi juga menelusuri dugaan aksi pemerasan PN di tempat lain.

PN diketahui bertugas di Direktorat Narkotika Badan Reserse Kriminal Polri. Saat sedang melakukan penindakan di diskotek di Bandung, pemilik diskotek menolak ditangkap dan menjanjikan uang Rp 5 miliar kepada PN.

PN diduga telah menerima uang Rp 3 miliar dari pemilik diskotek itu dan berniat menyelesaikan sisa kesepakatan sebesar Rp 2 miliar. Tapi akhirnya PN diciduk rekan satu institusinya sendiri sebelum sempat menuntaskan perjanjian dengan pemilik diskotek.

"Kami kenakan dia Pasal 12 e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Artinya yang bersangkutan menggunakan kewenangannya dan memaksa. Ancaman 9 tahun (penjara)," tutup Djoko. (Sun/Tnt)