Sukses

Titik Terang Tragedi Bocah F

Penyidik menemukan lebih dari 2 alat bukti. Di mana alat bukti yang ditemukan dikuatkan dengan hasil tes DNA tersangka A yang identik.

 

Liputan6.com, Jakarta - "Duduk dulu neng di sini," panggil A kepada bocah F yang melintas di depan warungnya, 50 meter dari SDN 05 Pagi Kalideres, Jakarta Barat, tempat F sekolah, Jumat 2 Oktober lalu.

Tak lama kemudian, F pun masuk. Di dalam warung A tiba-tiba membekap mulut F dengan kaos kaki dan mengikatnya dengan kabel charger handphone. A kemudian membuka paksa pakaian korban dan mencabuli F yang membuat alat vitalnya berdarah.

Selanjutnya, A menjerat leher korban menggunakan kabel listrik hingga meninggal. Kemudian kaki bocah 9 tahun itu dilakban dan mayatnya dibungkus kardus beserta jilbab warna putih.

Jasad bocah F ditemukan terbujur kaku dengan posisi badan tertekuk di dalam sebuah kardus di gang pinggir Jalan Sahabat Kampung Belakang, Kamal, Kalideres, Jakarta Barat, Jumat 2 Oktober malam.

Itulah rentetan kronologi pembunuhan bocah F oleh A seperti yang dibeberkan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti di Jakarta, Sabtu 10 Oktober 2015.

Khrisna mengatakan, penemuan mayat dipastikan setelah azan magrib pada Jumat 2 Oktober. Penyidik menemukan lebih dari 2 alat bukti. Di mana alat bukti yang ditemukan dikuatkan dengan hasil tes DNA tersangka A yang identik.

"DNA pada kaus kaki milik korban yang ditemukan di TKP pembuangan mayat identik dengan DNA tersangka. Kedua, spot darah yang ditemukan pada kasur tersangka identik dengan DNA korban," kata Khrisna.

Tersangka pembunuhan bocah yang ditemukan tewas didalam kardus di Kalideres, Agus alias A, dibawa petugas untuk dihadirkan di hadapan media dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (10/10/2015). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kerja keras polisi sepekan ini pun akhirnya membuahkan hasil. Misteri siapa pembunuh bocah dalam kardus, yang teridentifikasi bernama F, menemui titik terang. Polda Metro Jaya resmi menetapkan A sebagai tersangka kasus yang menggegerkan sekaligus memilukan itu, Jumat kemarin.  

Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian mengatakan, dari hasil gelar perkara dan rapat yang dilakukan jajarannya, penyidik akhirnya mendapatkan cukup bukti untuk menjerat tersangka kasus pembunuhan bocah F.

Dari pemeriksaan saksi-saksi dan alat bukti, penyidik resmi menetapkan A alias AP alias OM (39) sebagai tersangka kasus pembunuhan F. "Tadi malam kita rapatkan dan kita dapat tersangkanya AP," kata Tito di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu 10 Oktober 2015.

Tito menduga, pembunuh bocah F mempunyai penyimpangan seksual. Sebab, bocah F masih di bawah umur.

"Kemungkinan pelaku mengidap gangguan atau penyimpangan seksual. Karena anak-anak korbannya," kata Tito.

Tito juga menduga, pelaku mengenal baik korban. Baik secara personal maupun lingkungan tempat korban beraktivitas.

"Kedua kalau lihat dari TKP tidak mungkin korban diculik atau dipaksa dengan kekerasan. Artinya kemungkinan korban kenal," terang dia.

Ini pembunuhan anak paling sadis di Indonesia selain kasus mayat bocah dalam kardus yang ditemukan di Kalideres, Jakarta Barat

Dugaan A sebagai pembunuh bocah F, menguat sejak beberapa waktu usai jasad bocah F ditemukan. Kepolisian menemukan bercak darah di bedeng milik  A . Sebagian bercak darah tersebut ditemukan telah mengering di sebuah kertas koran.

"Ada yang baru, bercak darah di TKP tempat lain. Tadi kami sudah olah TKP ulang. Darahnya agak baru. Kalau yang kemarin darah di sprei agak kering. Keduanya di bedeng milik A," kata Krishna, Jumat 9 Oktober.

Berkas darah itu, sambung Khrisna, langsung dikirim ke Laboratorium Forensik Disaster Victim Identification (DVI) Polda Metro Jaya untuk diteliti DNA-nya.

"Hasilnya akan keluar nanti. Kalau hasil lab positif dan DVI positif, hasil dari 2 lembaga, ada indikasi kuat yang bersangkutan terlibat dalam kasus F," ucap Khrisna.

Hasil autopsi memperlihatkan, bocah F mengalami kekerasan seksual dan fisik yang akhirnya membuatnya meregang nyawa. Identitas gadis kecil ini baru terungkap usai keluarga mendatangi kamar jenazah RS Polri, setelah mendengar pemberitaan mengenai penemuan mayat bocah perempuan di media elektronik, Sabtu 3 Oktober siang.

Tersangka Pencabulan

A tidak hanya ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan bocah F. Sebelumnya, dia juga ditetapkan sebagai tersangka pencabulan anak. Polisi menetapkan sebagai tersangka pencabulan setelah 13 bocah yang tinggal di sekitar bedengnya mengaku pernah mendapatkan perlakuan cabul dari A.

Bocah yang paling parah dicabuli tersangka adalah T. Dia diantar orangtuanya melaporkan tindak asusila yang diakukan A terhadapnya.

Mayat Bocah dalam Kardus, Jilid 2 Kasus Pembunuhan Angeline | via: orig07.deviantart.net

"Kami sudah uji pemeriksaan tubuh anak-anak ini dan saksi T yang juga sebagai berstatus pelapor, menyatakan pernah 3 kali disekap di rumah saudara A," jelas Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat 9 Okotober.

Kepada polisi, T bersaksi disekap berkali-kali oleh A dari pukul 21.00 WIB hingga pukul 06.00 WIB. Selama di bedeng, A mencium, memeluk, meraba dan hendak menyetubuhi T. Tidak hanya itu, T juga mengaku dicecoki narkotika.

"(Disekap) dari jam 9 malam sampai 6 pagi. Dicium, dipeluk diraba dan saksi sering diajak memakai narkoba oleh saudara A. Dan pernah melakukan perbuatan cabul. Malam ini kami tetapkan A sebagai tersangka," tegas Krishna.

Selain T, sebanyak 12 bocah mengaku mendapat perlakuan yang serupa dari A. Ini yang membuat polisi mengambil tindakan tegas dengan menetapkan A sebagai tersangka kasus pencabulan anak. Tudingan tersebut diperkuat dengan hasil tes urine A yang positif mengonsumsi narkotika.

"12 anak lainnya bersaksi untuk saudari T bahwa mereka juga pernah mendapat perlakuan cabul dan 5 di antaranya sudah kami periksa, masih ada 7 yang akan kami periksa," ujar Krishna.

Simpan Sesuatu

Hypno forensic investigator atau ahli hipnosis forensik, Kirdi Putra menilai A  menyimpan sesuatu. Itu tampak dari gerak-gerik A ketika diperiksa.

"Sampai saat ini, A terlihat tidak lepas, seperti ada sesuatu yang disimpan dari dia. Kita masih membutuhkan teknik hypno forensic lebih jauh, prosesnya masih panjang," kata Kirdi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat 9 Oktober 2015.

Para bocah malang menjadi korban pembunuhan orang-orang terdekat maupun orang tak dikenal.

Penyidik Polda Metro Jaya memang meminta bantuan ahli hipnosis forensik untuk menginterogasi A. Teknik tersebut biasa digunakan polisi untuk memeriksa orang yang tidak terlalu kooperatif saat diinterogasi. Di mana membantu menggali alam bawah sadar seseorang agar mengingat kembali suatu kejadian.

"Dengan cara interogasi yang tepat didukung dengan hipnosis, kita bisa dapat arahnya kecenderungan orang ini sebenarnya menyembunyikan sesuatu atau tidak, atau mungkin ada orang yang terlibat atau tidak, itu bisa digali dari situ," ucap Kirdi.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti mengatakan, hasil dari teknik itu tidak dianggap sebagai alat bukti.

Hingga kini, polisi belum menyatakan apakah kasus pembunuhan F dengan kasus pencabulan anak di bawah umur yang dilakukan A memiliki keterkaitan.  Untuk mengungkap itu, sore tadi, polisi kembali menyambangi rumah A untuk mengumpulkan bukti-bukti lain.

Hukuman Mati

Pemerhati anak, Seto Mulyadi menilai, selama ini hukuman terhadap pelaku kejahatan dan kekerasan seksual anak belum tegas. Bahkan seolah-olah bisa dibeli oleh para predator anak itu.

"Ya, (hukuman) ‎kurang tegas, seolah-olah hukum bisa dibeli. Lihat saja kasus Angeline mentah, JIS (Jakarta International School) mengambang, apalagi di tempat-tempat lain," ujar pria yang akrab disapa Kak Seto di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta, Jumat 9 Okotober.

Seto mengaku kerap menerima keluhan terkait upaya hukum kasus kekerasan anak dari berbagai daerah. Ia menilai, kasus kekerasan terhadap anak tidak menjadi prioritas di negara ini.

"Padahal masalah anak adalah masalah generasi beberapa tahun ke depan," imbuh dia.

Karena itu, Seto meminta semua pihak mengawal kasus kekerasan terhadap anak hingga tuntas. Dia khawatir jika sanksi terhadap para predator itu tidak tegas, maka kasus-kasus kekerasan terhadap anak akan terus terjadi.

"Harus tegas dan betul-betul dikawal oleh semua pihak. Media juga harus mengkritisi (melakukan kritik) seperti kenapa kasus Angeline masih mengambang. Jadi seakan tidak ada efek jera bagi pelakunya," tandas Seto.

Psikolog dan pemerhati anak Seto Mulyadi saat menghadiri diskusi bertema

Seto mengungkapkan, sanksi yang paling pantas bagi pelaku kejahatan dan predator seksual anak adalah‎ hukuman mati. Jika hukuman ringan, kata Kak Seto, dia khawatir akan jatuh korban lagi begitu pelaku-pelaku itu bebas dari masa hukuman.

"Seperti dulu yang saya sampaikan, narkoba saja ‎hukuman mati. Ini juga kalau bisa hukuman mati. Harus ada sesuatu yang perlu menjadi efek jera," ucap Kak Seto.

Saat ditanya apakah perlu merevisi Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, Seto menegaskan, implementasi hukum itu yang semestinya diutamakan. Ia juga berharap, semua lapisan masyarakat mampu menjadi aktivis perlindungan anak.

"UU yang ada saja tidak dilaksanakan dengan sangat konsekuen dan serius. Jadi betul-betul semua pihak harus jadi aktivis perlindungan anak. Apresiasi media harus serius, kalau ada kekerasan anak harus sangat peduli sekali," pungkas Seto. (Ron/Ans)