Liputan6.com, Palembang: Penangkapan ikan menggunakan pukat harimau alias trawl masih berlangsung. Untunglah, baru-baru ini Kepolisian Perairan dan Udara Polda Sumatra Selatan telah menangkap empat kapal pengguna pukat. Keempat kapal nelayan Riau dan Jambi tersebut biasa beraksi di perairan Provinsi Bangka dan perairan Sungsang, Kabupaten Musibanyuasin. Para anak buah Kapal Tripa Dua, Sri Andalas, Bintang Timur asal Tanjung Balai Karimun, Riau dan Kapal Yuliani II dari Koperasi Unit Desa Nelayan Mandiri asal Kuala Tungkal, Jambi, beserta ikan hasil tangkapannya ditahan untuk diusut lebih lanjut. Demikian penegasan Kepala Satuan Polairud Sumsel Ajun Komisaris Besar Polisi Dwi Marsanto, di Palembang.
Menurut Dwi, sebenarnya penangkapan terhadap kapal serupa bisa lebih maksimal lagi. Namun sarana minim, hanya empat kapal yang berhasil ditangkap, dan sisanya kabur. Pengejaran kapal pengguna trawl ini dilakukan setelah nelayan setempat mengadu kepada gubernur dan Kapolda Sumsel. Para nelayan mengeluh hasil tangkapan ikan yang berkurang karena banyaknya kapal pukat harimau asal Riau dan Jambi yang beroperasi.
Dwi menambahkan, keempat kapal tadi telah melanggar Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan. Para nahkoda dan sebanyak 23 ABK akan diproses secara hukum. Sementara lima ton ikan hasil sitaan akan segera dilelang.
Dalam pengakuan Hok Kim, satu di antara para nahkoda kapal pukat, mereka berani beroperasi karena sudah punya izin bosnya, Gun Hok, di Tanjung Balai Karimun. Satu armada kapal nelayan pukat, menurut Hok Kim, dimodali sebesar Rp 10 juta. Biaya itu untuk sekali operasi menangkap ikan di perairan Sumsel dan Bangka.(BMI/Ajmal Rokian dan Yanuar Ichrom)
Menurut Dwi, sebenarnya penangkapan terhadap kapal serupa bisa lebih maksimal lagi. Namun sarana minim, hanya empat kapal yang berhasil ditangkap, dan sisanya kabur. Pengejaran kapal pengguna trawl ini dilakukan setelah nelayan setempat mengadu kepada gubernur dan Kapolda Sumsel. Para nelayan mengeluh hasil tangkapan ikan yang berkurang karena banyaknya kapal pukat harimau asal Riau dan Jambi yang beroperasi.
Dwi menambahkan, keempat kapal tadi telah melanggar Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan. Para nahkoda dan sebanyak 23 ABK akan diproses secara hukum. Sementara lima ton ikan hasil sitaan akan segera dilelang.
Dalam pengakuan Hok Kim, satu di antara para nahkoda kapal pukat, mereka berani beroperasi karena sudah punya izin bosnya, Gun Hok, di Tanjung Balai Karimun. Satu armada kapal nelayan pukat, menurut Hok Kim, dimodali sebesar Rp 10 juta. Biaya itu untuk sekali operasi menangkap ikan di perairan Sumsel dan Bangka.(BMI/Ajmal Rokian dan Yanuar Ichrom)