Liputan6.com, Surabaya - Sidang kode etik 3 perwira polisi yang terlibat dalam kasus tambang pasir ilegal di Lumajang, Jawa Timur digelar hari ini di ruang sidang Bidpropam Polda Jawa Timur. Dalam sidang, saksi yang dihadirkan yaitu Kades nonaktif Selok Awar-Awar, Pasirian, Lumajang, Haryono. Dalam sidang tersebut, Haryono menyebut beberapa nama yang menerima uang atau gratifikasi tambang.
"Ada anggota dewan bernama Sugiantoko, pinjam uang Rp 3 juta sampai sekarang belum dikembalikan. Selain itu juga ada uang sangu dewan," kata Haryono di hadapan majelis sidang yang dipimpin Wakapolres Lumajang Kompol Iswahab, Senin (12/10/2015).
Selain ke dewan, Haryono mengatakan, uang hasil tambang juga dialiri ke oknum kepolisian, yakni mantan Kapolsek Pasirian AKP S Rp 1 juta per bulan. Ke Kanit yaitu Ipda SH Rp 500 per bulan, serta Babinkamtibmas dan Babinsa.
"Ada juga jatah uang untuk Camat Pasirian Rp 1 juta per bulan dan pejabat Perhutani Rp 500 ribu per bulan," imbuh Haryono. Dia juga menyebut, sebagian dana dipakai untuk membayar upah pekerja tambang dan tim bentukannya, juga untuk kegiatan desa.
"Ada juga oknum wartawan yang menerima gratifikasi," tandas Haryono.
Sementara saksi lain, Handoko yang merupakan pengelola alat berat dan portal mengungkapkan, sebagai pengelola portal ia memungut retribusi Rp 270 ribu per truk. Dalam sehari, sekitar Rp 27 juta dikumpulkannya.
"Ada 80 sampai 100 dumptruk kecil setiap harinya," kata Handoko. Dia menambahkan, uang tersebut disalurkan ke beberapa pihak. Di antaranya Rp 142 ribu per truk diserahkan ke Kades Haryono, Rp 18.000 per truk untuk upah pekerja.
"Dan Rp 110 ribu per truk untuk perawatan dan sewa alat berat. Sisanya saya pakai sendiri," jelas Handoko.
Sidang yang digelar di ruang rapat Bidang Keuangan ini dimulai pukul 10.00 WIB. Sebelum terperiksa diberi kesempatan untuk menanggapi kesaksian 3 tersangka kasus tambang ilegal, pemimpin sidang memutuskan untuk menskor sidang. Majelis lalu melakukan sidang tertutup.
"Sidang diskors," kata pemimpin sidang Iswahab.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes RP Argo Yuwono menegaskan, sidang disiplin sengaja digelar terbuka untuk menunjukkan keterbukaan dan pertanggungjawaban kepolisian kepada masyarakat. "Sengaja sidang digelar terbuka untuk pemenuhan asas transparansi," pungkas Argo.
Tiga polisi di Lumajang, Jawa Timur, diduga terlibat kasus gratifikasi tambang ilegal di Desa Selok Awar-Awar, Pasirian, Lumajang. Ketiganya diduga mendapatkan sejumlah uang dari Kades Haryono, tersangka dalam kasus pembunuhan petani sekaligus aktivis penolak tambang, Salim Kancil.
Argo Yuwono sebelumnya mengatakan, uang yang diterima oknum polisi tersebut bisa masuk kategori gratifikasi. Namun ia menegaskan, ketiganya masih menjalani pemeriksaan kedisiplinan, bukan pidananya. "Jadi diproses kedisiplinannya, bukan pidananya," lanjut Argo pada Kamis 8 Oktober 2015. (Mvi/Sun)*