Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengingatkan, agar Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak gegabah lagi dalam melakukan penggeledahan, pasca-kalah praperadilan dalam kasus PT Victoria Securities Indonesia (PT VSI).
Memang, menurut Arsul, dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak melarang aparat penegak hukum melakukan menggeledahan.
"Kalau itu dilakukan tergesa-gesa, bisa jadi itu juga menjadi bumerang di praperadilan lagi, dan tentu akan membuat Kejaksaan malu lagi," kata Arsul di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 12 Oktober 2015.
Arsul menilai, dalam KUHAP yang ada saat ini tidak mengatur mekanisme posisi aparat hukum yang gagal pascaputusan praperadilan. Sehingga, tidak menjadi masalah bila aparat menggeledah dengan objek yang sama meski membuka peluang dipraperadilankan.
"Meski dengan objek yang sama, misalnya rumah saya digeledah dikatakan itu rumah istri saya, padahal rumah saya. Maka ketika itu diperbaiki boleh-boleh saja," ujar dia mencontohkan.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menilai, wajar jika pihak PT VSI melakukan upaya hukum kembali.‎ Sebab, kekalahan praperadilan melawan PT VSI, Kejagung diwajibkan mengembalikan seluruh barang sitaan dari hasil penggeledahan di kantor PT VSI 12 Agustus 2015. Seluruh barang sitaan disebut tidak bisa menjadi bukti pemeriksaan oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Walau pun demikian, tentu yang merasa dirugikan boleh mengajukan praperadilan lagi," tandas Arsul Sani.
Beberapa waktu lalu Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah kantor PT VSI. Penggeledahan ini merupakan upaya korps Adhiyaksa menyidik kasus dugaan korupsi pembelian aset badan Penyehatan Perbankkan Nasional (BPPN).
PT VSI kemudian mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena dianggap salah geledah. Hasilnya, Kejagung kalah dalam gugatan praperadilan tersebut. (Rmn/Mvi)