Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi I DPR Tubagus (TB) Hasanuddin mengatakan program bela negara membutuhkan payung hukum berupa perundang-undangan guna membuat parameter yang jelas. Hal tersebut agar ke depannya pelaksanaan program ‎bela negara tak tersendat oleh regulasi dan berjalan sesuai yang diharapkan.
"Butuh undang-undang supaya ada parameter, misalnya nanti kebijakan bela negara seperti apa, pelaksananya siapa, pelakunya siapa dan kategori umur berapa, sistem rekrutmen seperti apa, sistem pelatihannya, kurikulumnya bagaimana," kata TB Hasanuddin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (13/10/2015).
Baca Juga
Menurut dia, implementasi program bela negara jangan tergesa-gesa tanpa payung hukum, agar tidak menimbulkan salah tafsir. Meskipun sebelumnya program itu dipertanyakan, Politisi PDI Perjuangan menilai konsep bela negara baik dalam konteks menumbuhkan kesadaran masyarakat.
Advertisement
‎TB mencontohkan, ketika perang kemerdekaan kesadaran bela negara rakyat tinggi, sehingga siap mengangkat senjata. Lalu setelah perang selesai, rakyat kembali ke profesinya masing-masing.
"Tapi (bela negara saat ini) bukan semata dilatih menembak, makanya dibutuhkan undang-undang. Misal ada bencana kan anda ikut membantu, itu kan harus ada kesadaran bela negara," tutur dia.
Sementara itu ketika ditanya pendapatnya mengenai bela negara yang mirip dengan upaya PKI dulu membentuk angkatan kelima petani yang dipersenjatai, TB Hasanuddin menilai bela negara saat ini tidak mengarah ke sana.
"Tidak ada kekhawatiran ke arah itu, kita kok takut terus," tegas Hasanuddin.
Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu berencana merekrut 100 juta kader untuk program bela negara yang akan dimulai akhir tahun 2015. Program bela negara yang akan dijalankan kementeriannya berbeda dengan wajib militer. Pihaknya juga mewacanakan adanya kurikulum bela negara untuk pendidikan mulai dari taman kanak-kanak. (Ali/Mut)