Sukses

Pakar: Pondasi Aturan Pengelolaan Air yang Baru Harus Kuat

Pemerintah dinilai perlu segera memikirkan payung hukum dalam pengelolan sumber daya air di Indonesia.

Liputan6.com, Yogyakarta - Air menjadi kebutuhan utama manusia di dunia. Kebutuhan air semakin meningkat dengan jumlah populasi yang ada saat ini.

Namun ternyata pengelolaan air dinilai belum maksimal setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan UU Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air 12 Februari 2015. Akhirnya tidak aturan pengelolaan air tanah di Indonesia selain UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.
 
Ketua Ground Water Working Group (GWWG) Heru Hendrayana mengatakan, isu permasalahan tentang sumber daya air seperti degradasi kuantitas dan kualitas umumnya didominasi oleh isu sumberdaya air baku yang berasal dari air tanah. Oleh karena itu perlu pengelolaan air tanah yang baik agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

"Implikasi pembatalan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dasar hukum yang perlu segera dibuat harus memiliki pondasi yang kuat," ujar Heru di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis 15 Oktober 2015.

Ahli hidrologi dari Fakultas Teknik Geologi UGM ini mengatakan, pemerintah perlu segera memikirkan payung hukum dalam pengelolan sumber daya air di Indonesia. Ada 3 hal kebijakan yang ditawarkan dalam pengelolaan air tanah yang didasarkan 3 pilar utama di Indonesia.

3 Pilar itu adalah konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah, dan pengendalian daya rusak Air Tanah yang didukung peran serta masyarakat dan swasta serta informasi air tanah. Tawaran kebijakan tersebut didasarkan pada dominasi masyarakat di Indonesia yang lebih banyak memakai air tanah.

"Oleh sebab itu, menjadi hal mutlak untuk menjaga keseimbangan dan pengaturan antara sumber daya air permukaan dan sumber daya air tanah. Aspek penggunakan air harus mendasarkan pada risiko," ujar dia.

Wakil Perhimpunan Ahli Air Tanah Indonesia (PAAI) Fajar Lubis mengatakan, UU tahun 2004 lebih cenderung pada pengelolaan air permukaan. Untuk itu perlu adanya aturan yang mengatur pengelolaan air tanah permukaan dan dalam.

"Air tanah dan air permukaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari siklus hidrologi. Perlu konsep dasar pengelolaan air tanah secara total yang memadukan konsep cekungan air tanah dan wilayah sungai," kata Fajar.

Sementara itu, Guru besar Institut Teknologi Bandung (ITB) Sudarto Siswoyo mengatakan, perlu ada aturan yang jelas dari pemerintah untuk pengelolaan air. Namun aturan ini harus bisa sinkron baik di tingkat presiden, menteri, hingga pejabat pelaksana. Hal ini untuk memudahkan dan dapat dilaksanakan dengan baik.

"Perlu law enforcement, perlu ada sanksi juga, tidak boleh dibiarkan jika ada pelanggaran," tandasSudarto. (Mvi/Ndy)