Sukses

Mahasiswi RW Baca Surat Curhat Pelecehan Sitok untuk Menko Luhut

Korban selama ini tidak pernah muncul ke publik.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan pencabulan yang dilakukan sastrawan Sitok Srengenge ‎alias SS terhadap mahasiswi Universitas Indonesia (UI) berinisial RW sudah berjalan hampir 2 tahun. Namun, proses hukum belum menemukan titik akhir. Padahal Sitok sudah ditetapkan sebagai tersangka setahun lalu.

Korban selama ini tidak pernah muncul ke publik. Dia juga enggan berkomentar apa-apa di hadapan publik. Namun lamanya penanganan kasus yang menimpanya, membuatnya terpaksa buka suara.

RW menuangkan curahan hatinya yang ditulis dalam sebuah surat untuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam‎) Luhut Binsar Pandjaitan. Ia mengadu atas upaya hukum yang berjalan sangat lamban.

Seperti diungkapkan sang pengacara, Iwan Pangka.

"Kenapa dia (RW) bikin surat untuk Menko Polhukam Pak Luhut Binsar Pandjaitan? Karena ia merasa penegak hukum tak lagi bisa diandalkan‎," tutur Iwan Pangka dalam konferensi pers yang bertajuk 'Akhiri Drama Sitok' di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki, Menteng, Jakarta Pusat pada Kamis 15 Oktober 2015.

Bersama sejumlah perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, Iwan mendesak agar pemerintah segera mengambil kebijakan atas kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami kliennya. Ia juga mendorong agar Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta segera menyeret Sitok untuk diadili di pengadilan.

"Kami apresiasi atas semangat Kejati DKI, bahwa jangan takut tindak tegas SS. Saya sama seperti teman-teman meminta agar SS segera disidangkan. SS ini sebagai tersangka tidak dicekal. Dia juga sempat diundang ke Singapura. Cuman oleh aktivis perempuan, dicegah dan dihapus dari daftar undangan," tutur Iwan.

Korban memang tidak hadir dalam pertemuan tersebut. RW hanya membacakan surat curhatannya ‎untuk Menko Polhukam yang direkam di ponsel milik pengacaranya.

Pada paragraf pertama, RW mencoba untuk lebih tegar saat membacakan suratnya. ‎Namun suara parau mulai terdengar saat ia mengungkapkan upayanya untuk tetap tegar dan bertahan hidup hingga melahirkan bayi perempuan yang sehat pada 30 Januari 2014.

RW juga mengaku sangat berterimakasih kepada orang di sekelilingnya yang terus mendorong dan memberi kepercayaan diri hingga mampu bekerja di sebuah perusahaan bidang keuangan.‎ Meski ia nyaris frustasi akibat pelecehan seksual yang dialaminya.

‎Korban kembali tak mampu menahan air mata ketika menceritakan tentang kondisi putrinya.

2 dari 3 halaman

Surat untuk Luhut

Berikut isi surat RW untuk Menteri Luhut yang dibacakan di hadapan sejumlah awak media melalui sebuah rekaman.

"Kepada yang terhormat Bapak Jenderal Purnawirawan Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam). Salam sejahtera, doa saya semoga selalu bahagia dan sehat.

Bapak, maksud saya menulis surat ini karena saya sangat khawatir dan prihatin ‎terhadap kasus yang melibatkan saya sebagai korban kejahatan seksual akibat perbuatan pelaku yang tidak bertanggung jawab. Sehingga saya hamil dan melahirkan anak perempuan pada 30 Januari 2014.

Bapak, saya hanya meminta keadilan dan penyelesaian secara hukum yang tidak memakan waktu lama. Apakah tidak cukup untuk menzalimi saya dan anak saya. Terlebih anak saya yang belum mengerti apa-apa tentang dunia.

Saya tidak meminta apa-apa yang sifatnya materi. Dan saya juga tidak pandai merekayasa sesuatu agar saya mendapat perhatian. ‎Tidak terbesit apapun dari pikiran saya tentang hal itu semua. Yang pasti yang saya alami adalah ketidakadilan ada di pihak saya. Dan masa depan anak saya terancam gelap dari sisi psikisnya. Sama ketika saya pada awalnya, semua menjadi gelap. Dan kegelapan itu sampai sekarang masih terasa.

‎Masih untung saya mendapatkan teman-teman yang baik (mulai menangis). Yang siap selalu memompa semangat saya. Untuk bekerja saja awalnya berat. Ada perasaan malu, tidak layak, serta takut. Di lingkungan masyarakat saja saya merasa ketidakadilan berpihak pada saya sebagai korban.

Sekarang kita dengan proses hukum yang sangat lama dan cenderung berbelit-belit tidak kunjung usai. Sungguh saya tidak mengerti. Yang kadang saya dipanggil beberapa kali untuk ditanya dan menandatangani berkas. Akhirnya saya mengetahui dari pengacara saya, bahwa berkas kasus yang saya alami bolak balik dikembalikan dari kepolisian ke kejaksaan dan sebaliknya.

Banyak kawan ‎yang membicarakan tentang pelaku atas kasus yang menimpa saya ini. Mereka terlihat geram. Namun mereka segera tersenyum ketika saya menanyakan, ada apa. Mereka tidak mau saya sakit lagi. Tapi yang saya tahu mereka tetap berusaha membantu mencarikan keadilan buat saya dan anak saya.

Saya tutup telinga, tapi mata batin saya terbuka lebar, tidak bisa terkunci.‎ Saya merasakan ada cahaya gelap ketidakadilan masih diterangi dengan upaya-upaya kotor agar kasus yang menimpa saya ini geraknya menjadi lambat.

Saya mengerti, banyak kawan yang berempati dan terus berupaya agar kasus ini terus diungkap di ranah hukum. Makanya dari tindakan kami yang lemah saya bertahan dan kuat. ‎Apalagi bila malam saya terjaga, melihat anak saya terbaring tidur, saya tidak kuat menahan air mata kesedihan saya (menangis lagi). Saya tahan, tapi air mata saya tetap jatuh.

Anak saya lucu dan pastinya mengerti pergulatan batin ibunya. Walaupun usianya tidak sebanding dengan apa yang dialami di hari ini dan akan terjadi pada dirinya di kemudian hari.

Demikian surat curahan hati ini saya buat, diharapkan Bapak Luhut Binsar Pandjaitan dapat memberikan dukungan kepada saya. Dan juga terciptanya penegakan hukum yang benar, bukan ‎tercampakkan.

Saya selalu berharap, Bapak Luhut Binsar Pandjaitan sebagai bapak kandung kita bersama ‎pada tindakan perjuangan kami dalam menegakkan keadilan atas peristiwa yang sebetulnya tidak patut terjadi dan pantas dilakukan oleh seorang yang punya atribut sebagai seniman. Tentu idealnya perilaku seorang seniman harus terintegrasi pada sikap yang beradab dan berbudaya.

Atas kesediaannya Bapak Luhut Binsar Pandjaitan membaca surat ini, saya ucapkan terimakasih."

3 dari 3 halaman

Kasus

Sitok Srengenge dikenakan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, Pasal 286 KUHP tentang kejahatan terhadap kesusilaan, dan Pasal 294 KUHP tentang pencabulan dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara.

Kasus tersebut bermula ketika Sitok dan RW bertemu dalam acara di kampus RW pada Desember 2012 dan hubungan mereka semakin dekat hingga menyebabkan RW hamil. Pada 29 November 2013, RW melaporkan Sitok ke Polda Metro Jaya karena pelaku tidak bertanggung jawab.

Berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/4245/XI/2013/PMJ/Ditreskrimum, korban melaporkan Sitok dengan Pasal 355 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan. (Ndy/Mvi)