Jakarta, Liputan6.com: Calon presiden Jusuf Kalla kembali menceritakan kisah suksesnya menangani sejumlah konflik di Tanah Air. Dalam diskusi yang diadakan sebuah LSM "Inside" di Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jl. H R Rasuna Said, Selasa (23/06), mengenai penyelesaian konflik di tanah air, Kalla mengutarakan sejumlah alasan mengapa ia berinisiatif menangani konflik.
Menurut Kalla, sebagai Menko Kesra, dirinya berkewajiban menangani para pengungsi di daerah konflik, seperti Poso, Ambon, maupun Nanggroe Aceh Darusalam. Saat itu, jumlah pengungsi di tanah air, mencapai dua juta jiwa, sebuah angka terbesar untuk jumlah pengungsi di dunia. Kalla berpikir keras, bagaimana menghentikan arus pengungsian. Satu-satunya hanya dengan menghentikan perang agar kehidupan sosial kembali berjalan.
Kalla bercerita, ia tidak mau didampingi pengawal saat mengajak bicara para panglima perang, baik di Poso, Ambon, maupun NAD. Kalla hanya didampingi Hamid Awaludin serta dr. Farid Husain. Saat di Ambon, Kalla memilih untuk tinggal, ketika Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono memilih kembali ke Jakarta setelah bertemu kedua pihak yang bertikai di Bandara. Kalla menyatakan dirinya tidak memiliki keraguan sedikit pun, saat menengahi pertikaian di Ambon, meski sebenarnya itu tugas Menko Polkam.
Menurut Kalla, rakyat tidak bisa sejahtera kalau perang terus berlangsung. Demikian juga dengan TNI dan Polri, yang harus bertugas mengamankan konflik selama berbulan-bulan. Kalla merasa kasihan. Sebelum perundingan Helsinki yang menjadi dasar perdamaian di NAD, Kalla bercerita, sempat meminta surat kuasa kepada Presiden saat itu Megawati Soekarnoputri, namun permintaan itu ditolak. Akhirnya, dirinya bertindak hanya atas perintah lisan dari presiden.(YUS)
Menurut Kalla, sebagai Menko Kesra, dirinya berkewajiban menangani para pengungsi di daerah konflik, seperti Poso, Ambon, maupun Nanggroe Aceh Darusalam. Saat itu, jumlah pengungsi di tanah air, mencapai dua juta jiwa, sebuah angka terbesar untuk jumlah pengungsi di dunia. Kalla berpikir keras, bagaimana menghentikan arus pengungsian. Satu-satunya hanya dengan menghentikan perang agar kehidupan sosial kembali berjalan.
Kalla bercerita, ia tidak mau didampingi pengawal saat mengajak bicara para panglima perang, baik di Poso, Ambon, maupun NAD. Kalla hanya didampingi Hamid Awaludin serta dr. Farid Husain. Saat di Ambon, Kalla memilih untuk tinggal, ketika Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono memilih kembali ke Jakarta setelah bertemu kedua pihak yang bertikai di Bandara. Kalla menyatakan dirinya tidak memiliki keraguan sedikit pun, saat menengahi pertikaian di Ambon, meski sebenarnya itu tugas Menko Polkam.
Menurut Kalla, rakyat tidak bisa sejahtera kalau perang terus berlangsung. Demikian juga dengan TNI dan Polri, yang harus bertugas mengamankan konflik selama berbulan-bulan. Kalla merasa kasihan. Sebelum perundingan Helsinki yang menjadi dasar perdamaian di NAD, Kalla bercerita, sempat meminta surat kuasa kepada Presiden saat itu Megawati Soekarnoputri, namun permintaan itu ditolak. Akhirnya, dirinya bertindak hanya atas perintah lisan dari presiden.(YUS)