Sukses

Polisi: Sekjen The Jakmania Masih Perlu Ditahan untuk Penyidikan

Permohonan penangguhan penahanan Sekjen The Jakmania Febri masih dipertimbangkan kepolisian karena masih dibutuhkan untuk penyelidikan.

Liputan6.com, Jakarta - Polda Metro Jaya akan mempertimbangkan permohonan penangguhan yang diajukan Sekjen The Jakmania, Febrianto (37) pascapenangkapan dan penahanan dirinya sebagai tersangka kasus provokasi massa The Jakmania.

"Akan dipertimbangkan penyidik. Apakah menyulitkan penyidikan, koorperatif atau tidak. Sampai saat ini (Febri) masih diperlukan dalam proses sidik," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Mohammad Iqbal di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (21/10/2015).

Terkait pengembangan kasus provokasi yang mengarah pada Koordinator Wilayah The Jakmania Kemayoran berinisial D, Iqbal mengungkapkan, sejauh ini D masih berstatus saksi. Namun segala kemungkinan dapat terjadi, termasuk peningkatan status D dari saksi menjadi tersangka.

"Untuk D, sudah diperiksa dan beberapa saksi akan dimintai keterangan terkait kasus ini. Semua kemungkinan bisa terjadi. Kemungkinan D menjadi tersangka juga bisa. Tapi dia masih saksi saat ini," jelas Iqbal.

Iqbal juga menegaskan, apa pun pembelaan Febri, polisi memiliki kesimpulan kuat bahwa ada unsur provokasi dalam cuitannya di akun Twitter @bung_febri yang berdampak kericuhan di beberapa lokasi.

"Berdasarkan alat bukti, ada perbuatan melawan hukum di situ. Efek provokasinya yang kita lihat," tegas Iqbal.

Minggu, 11 Oktober 2015, Febriyanto mem-posting tweet di akunnya @bung_febri dengan hashtag atau tagar #tolakpersibmaindijakarta diikuti kata-kata yang dinilai memprovokasi massa loyalis The Jakmania yang rata-rata remaja dan pemuda.

Dari hasil penelusuran cuitan Febri di medsos, polisi juga menemukan rekaman interaksi antara Febri dengan Koordinator Wilayah The Jakmania Kemayoran yang mendukung penyerbuan terhadap Bobotoh Persib.

Febri ditangkap tepat di hari pertandingan Final Piala Presiden, Minggu (18/10/2015). Saat ditangkap, poisi menyita satu buah telepon genggam, satu laptop, akun Twitter, Facebook, e-mail milik Febrianto serta sebuah buku catatannya.

Febrianto dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 160 KUHP dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara. (Dms/Ans)