Liputan6.com, Jakarta Presiden Jokowi baru satu kali melakukan reshuffle atau perombakan kabinet. Memasuki tahun kedua pemerintahannya, Jokowi dianggap perlu kembali melakukan reshuffle kabinet.
Berdasarkan hasil survei Centre For Strategic and International Studies (CSIS), sebanyak 52,7 persen responden menilai reshuffle kabinet jilid 2 perlu dilakukan Jokowi.
"Sebanyak 52,7 persen publik memandang perlu, 42,3 persen masih memandang tidak perlu, dan 4,9 persen tidak tahu dan tidak menjawab," ujar peneliti CSIS Arya Fernandes di Jakarta, Minggu (25/10/2015).
Partai Amanat Nasional (PAN) belakangan dikabarkan akan masuk ke dalam Kabinet Kerja. Namun berdasarkan survei CSIS, publik ingin lebih banyak kalangan profesional menggantikan politikus partai yang menjadi menteri.
"Sebanyak 63,4 persen publik menginginkan dari kalangan profesional, tetapi 23,4 persen menolak. Sedangkan 9,3 persen publik tidak tahu atau memilih tidak menjawab," ujar Arya.
Peneliti CSIS lainnya, J. Kristiadi, menilai perlu partai yang tak tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) masuk dalam kabinet. Selain PAN, dia menilai partai Demokrat bisa menjadi pertimbangan.
"Dengan adanya kekuatan baru, PAN dan Demokrat lebih bisa diajak berkompromi dibandingkan dengan lainnya. Ini langkah konsolidasi dan lebih berani. Demokrat pun akan lebih nyaman berkomunikasi dengan KIH dibanding KMP," ujar Kristiadi.
Namun, Kristiadi menuturkan, masuknya Partai Demokrat dalam kabinet masih terhambat oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
"Tentu ganjalannya jika Demokrat ada satu lagi. Apakah Ibu Mega nyaman Demokrat mendukung KIH dan masih berpandangan apakah Demokrat juga akan menganggu lagi jika sudah masuk," ujar Kristiadi. (Mut)
Survei CSIS: Jokowi Perlu Lakukan Reshuffle Kabinet Jilid 2
Berdasarkan survei CSIS, 52,7 persen responden menilai reshuffle kabinet perlu dilakukan Jokowi.
Advertisement