Sukses

Upaya Pemerintah Atasi Kebakaran Hutan Dinilai Belum Efektif

Upayanya belum efektif ketika pemerintah belum mencabut izin usaha beberapa perusahaan pembakar lahan tanpa pandang bulu.

Liputan6.com, Jakarta - Kebakaran hutan terus terjadi di Indonesia. Pemerintah bukannya tinggal diam. Beribu cara telah ditempuh untuk menangani kebakaran yang menyebabkan Indonesia menjadi negara pengekspor kabut asap tersebut.

Presiden Joko Widodo memerintahkan agar para pembakar hutan, termasuk korporasi, ditindak tegas. Sudah ada ratusan pembakar perorangan dan korporasi. TNI/Polri juga dikerahkan untuk memadamkan api. Pemerintah pun menerima bantuan dari luar negeri guna mengatasinya. Namun, cara yang dipakai pemerintah tersebut dinilai belum cukup.

"Statement politik keras sudah disampaikan Presiden, hukum mereka yang bakar hutan masukan daftar hitam mereka pebisnis yang terlibat, statement ini ternyata belum efektif dan belum hentikan pembakaran," ucap Koordinator Institut Hijau Indonesia, Chalid Muhammad, dalam diskusi politik satu tahun Jokowi-JK, Senin (26/12/2015).

Menurut dia, pernyataan tersebut bukan datang tanpa alasan. Sebab, kebakaran hutan saat ini justru semakin meluas.

"Tren (kebakaran hutan) mulai pindah (dari Kalimantan dan Sumatera) ke Papua, Sulawesi dan Maluku," ucap Chalid.

Dia menyatakan perlu ada tindakan lebih tegas untuk menyelesaikan masalah ini. Salah satu solusi yang dipercaya ampuh adalah mencabut izin usaha beberapa perusahaan pembakar lahan tanpa pandang bulu.

"Negara tak boleh kalah dan negara tak perlu gentar kalau ada (perusahaan) yang melanggar cabut izinnya," pungkas Chalid.

Sebelumnya, Peneliti Senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS), J Kristiadi mengatakan kebakaran hutan sulit diatasi lantaran pemerintah dahulu tak serius menangani masalah pembalakan liar. Menurut dia, masalah pembakaran hutan sudah terjadi sejak 1960-an.

"Masalah asap ini sudah dari tahun 60-an karena illegal logging. Itu bayangkan, terus ditebang. Negara sendiri yang merusak ini," ujar Kristiadi di Jakarta, Minggu 25 Oktober 2015.

Selain itu, sumber masalah datang karena adanya kepentingan politik calon kepala daerah yang menjadikan jual beli lahan di daerah. Kebiasaan ini menjadi sangat lazim di kalangan masyarakat. (Bob/Mut)

Video Terkini