Liputan6.com, Jakarta - Garda Nawa Cita, salah satu organ pendukung pemerintahan Jokowi-JK menilai bahwa kegaduhan politik yang terjadi pada Pelindo II telah bergeser dari subtansi permasalahan dan hanya akan buang-buang energi. Pansus Pelindo II yang kini dibentuk DPR juga dianggap telah menyimpangkan permasalahan demi kepentingan politik tertentu.
"Terjadinya beberapa kali pergeseran isu dalam permasalahan di Pelindo II membuktikan inkonsistensi para pihak untuk menggunakan isu tersebut bagi kepentingan politik jangka pendek," kata Ketua Umum Garda Nawa Cita, Irwan Suhanto dalam keterangan tertulis, Jakarta, Senin (26/10/2015).
Garda Nawacita, lanjut Imam, melihat bahwa upaya pelemahan terhadap Pelindo II menjadi ancaman bagi terwujudnya program Tol Laut yang merupakan bagian integral dari Nawa Cita pemerintahan Jokowi-JK. Program Tol Laut yang bertitik tumpu kepada kuatnya sistem kepelabuhanan membutuhkan kepemimpinan yang kuat di pelabuhan-pelabuhan Indonesia.
Baca Juga
Irwan menegaskan, berbagai manuver sejumlah pihak untuk menyudutkan Direktur Utama Pelindo II RJ Lino dalam permasalahan di BUMN ini, menunjukkan adanya upaya pemaksaan pergantian direksi di Pelindo II. Padahal sejauh ini kebijakan RJ Lino sudah sesuai koridor aturan yang berlaku.
Advertisement
Sebagai Direktur Utama PT Pelindo II, Lino memiliki kewenangan melakukan kegiatan pengusahaan pelabuhan yang telah diatur dalam UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 344 ayat 3.
"Campur tangan pihak lain di luar jajaran direksi Pelindo II tidak memiliki pijakan hukum yang jelas. Karena itu upaya para pihak untuk memaksakan kepentingan dan pergantian direksi di Pelindo II harus dihentikan," uca Irwan.
Upaya untuk mengganti posisi jabatan direktur utama BUMN, termasuk Pelindo II adalah kewenangan yang dimiliki oleh Presiden Jokowi dan Meneg BUMN Rini Soemarno. Itu sebabnya, mengingat program Tol Laut Pemerintahan Jokowi-JK yang bertitik tumpu kepada kuat dan kokohnya pelabuhan-pelabuhan, maka segala upaya melemahkan sistem kepelabuhanan nasional merupakan bentuk sabotase terhadap program itu.
"Garda Nawa Cita menolak tegas segala usaha dan upaya mengganti posisi dan jabatan direksi BUMN dengan menggunakan opini politik sebagai argumen. Demi meningkatnya kualitas dan kompetensi pimpinan BUMN maka pergantian posisi dan jabatan pimpinan BUMN seharusnya dilakukan dengan cara-cara yang konstitusional dan beradab," jelas Irwan.
Sekjen Garda Nawacita Ahkrom Saleh juga menganggap reaksi Serikat Pekerja (SP) JICT terkait perpanjangan konsesi JICT antara Pelindo II dengan Hutchison Port Holding (HPH) sudah berlebihan. Persoalan kerja sama dan atau perpanjangan kontrak kerja sama sama sekali tidak memiliki koneksitas langsung dengan kegiatan serikat pekerja.
"Perpanjangan kontrak kerja sama adalah kewenangan direksi Pelindo II sebagai induk perusahaan PT JICT. Karena itu bukan domain sebuah serikat pekerja, maka tindakan SP JICT sudah melenceng jauh dari fungsinya," tukas Akhrom. (Ali/Dan)