Liputan6.com, Jakarta - Ketua Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menilai, program bela negara tidak boleh dimaknai sebagai program wajib militer. Karenanya, Pemuda Muhammadiyah menolak jika program Kementerian Pertahanan itu dimaknai sama dengan wajib militer seperti di negara-negara lain.
‎"Jangan kemudian bela negara ini dimaknai sebagai program wajib militer. Itu yang kami tolak. Kami tidak bersepakat kalau bela negara ini dimaknai sebagai pelatihan wajib militer atau dilaksanakan seperti model wajib militer," ujar Ketua Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak dalam diskusi di Gedung Pengurus Pusat Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 28 Oktober 2015.
Menurut Dahnil, program bela negara harus bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap negara. Karenanya, untuk memuluskan itu, Kementerian Pertahanan juga dinilainya harus mendekati komunitas-komunitas atau ormas-ormas yang ada. Misalnya ‎Pemuda Muhammadiyah ini.
"Kami punya yang namanya Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) yang setiap saat melakukan pelatihan bela negara. NU (Nahdlatul Ulama) juga begitu, memiliki instrumen-instrumen itu. Nah ini bisa dilakukan Kemenhan untuk mendekati komunitas itu," kata dia.
Dahnil mengatakan, komunitas-komunitas ini harus didekati secara aktif. Karena selain bisa menghemat biaya, juga sekaligus tinggal meneruskan lagi pembinaan terhadap komunitas-komunitas itu.
‎"Komunitas-komunitas ini harus didekati secara aktif. Bahkan itu bisa menghemat biaya negara dengan cara-cara seperti itu. Karena kan komunitas ini sudah jadi, tinggal pemerintah secara rutin membina mereka," kata Dahnil.
"Jadi sebenarnya kalau mau program itu diakselerasi, bisa merangkul Pemuda Muhammadiyah atau Ansor (NU) yang memang sebenarnya tanpa bantuan negara pun mereka sudah melakukan pelatihan bela negara," ucap Dahnil. (Mvi/Ron)
Pemuda Muhammadiyah: Bela Negara Harus Tumbuhkan Cinta Negara
Kementerian Pertahanan harus mendekati komunitas-komunitas atau ormas-ormas yang ada.
Advertisement