Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar Surabaya Romahurmuziy menilai, pengurus PPP kubu Djan Faridz gagal dalam memahami putusan Mahkamah Agung (MA) terkait putusan mengenai sengketa kepengurusan partai berlambang kakbah.
Menurut pria yang kerap disapa Romi itu, putusan MA yang mengabulkan kasasi PPP yang diketuai Djan Faridz bukan berarti MA mengesahkan kepengurusan Muktamar Jakarta itu sebagai PPP yang legal.
"Mereka gagal paham. Mereka terus tersesat dalam pemahaman di alam mimpinya sehingga tidak pernah kembali ke alam realita," ujar Romi saat membuka Rapimnas III PPP di Hotel Peninsula, Jakarta, Rabu 28 Oktober 2015.‎
Romi meminta agar jajaran kepengurusannya tidak mudah terprovokasi oleh opini yang diembuskan kubu Djan Faridz melalui berbagai macam cara seperti melalui pesan singkat maupun media sosial. Ia meminta semua kadernya fokus pada agenda besar pemilu kepala daerah serentak akhir tahun nanti.
"Kalau (putusan MA) dianggap mengesahkan Muktamar Jakarta, silakan baca hukum dari semester I lagi. Ini kesalahan konsep dalam memahami hukum," ucap Romi.
Romi mengaku sudah membaca secara lengkap putusan MA tersebut. Ia menilai putusan itu tidak menyatakan pengurus PPP hasil Muktamar Jakarta disahkan.
"Setelah membaca 115 halaman putusan kasasi tersebut, tidak ada bunyi lain dari amar putusan serta tidak ada kutipan dari pertimbangan hukum MA yang menyangkut Muktamar Jakarta atau terkait putusan Mahkamah Partai," ucap Romahurmuziy.
Rapimnas PPP hasil Muktamar Surabaya digelar sebagai bagian dari konsolidasi pengurus PPP setelah terbitnya putusan MA mengenai perselisihan kepengurusan. Putusan MA tersebut akan dibahas dalam pleno internal dan langkah yang akan diambil akan disampaikan secara resmi pada Kamis, 29 Oktober 2015.
Baca Juga
Putusan MA
Juru Bicara MA Suhadi mengatakan, pihaknya tidak mempunyai kapasitas menentukan dan mengesahkan kepengurusan Golkar dan PPP, melainkan hanya mengabulkan kasasi keduanya yang diajukan kubu Ical dan Djan Faridz.
"Saya tidak menentukan mana yang disahkan kepengurusannya. Yang jelas putusan MA pada 20 Oktober dalam tingkat kasasi dari kedua kasus itu, baik Golkar maupun PPP, memutuskan mengabulkan permohonan pemohon, membatalkan putusan PTUN dan mengadili sendiri yang sama dengan PTUN tingkat I," kata Suhadi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 22 Oktober 2015.
Suhadi menegaskan, pihaknya enggan mengomentari lebih jauh terkait putusan MA untuk Golkar dan ‎PPP tersebut. "Putusan PTUN tingkat I silakan di-print out, lihat isinya apa? Saya tidak ingin komentar isi putusannya.‎ Saya hanya bisa sampaikan informasi MA bahwa itu kedua putusan sudah diputus," tegas dia.
Namun, Suhadi mengatakan, masih terbuka upaya hukum luar biasa dalam kasus dualisme kepengurusan Golkar dan PPP, pasca-putusan MA, jika memang bisa memenuhi persyaratan. "Ada upaya hukum luar biasa kalau bisa memenuhi syarat. Syaratnya adalah adanya novum atau bukti-bukti baru," tandas Suhadi. (Mvi/Ron)