Sukses

Korupsi UPS, Alex Usman Didakwa Rugikan Negara Rp 81 Miliar

JPU menyebut Alex Usman sebagai Pejabat Komitmen (PPK) telah melakukan tindak pidana korupsi bersama sejumlah pengusaha distributor UPS.

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menggelar sidang perdana kasus dugaan korupsi pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) untuk 25 sekolah pada Suku Dinas Pendidikan Menengah di Jakarta Barat dengan terdakwa Alex Usman.

Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum menyebut Alex Usman sebagai Pejabat Komitmen (PPK) pada proyek ini telah melakukan tindak pidana korupsi bersama sejumlah pengusaha distributor UPS.

"Terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara," ujar jaksa Tasjrifin Halim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (29/10/2015).

Pengusaha yang disebut turut serta melakukan korupsi bersama Alex Usman adalah Harry Lo selaku Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima, Harjady selaku Direktur CV lstana Multimedia Center, dan Zulkarnaen Bisri selaku Direktur Utama PT Duta Cipta Artha.

Selain Harry Lo, jaksa juga menyebut sejumlah karyawan dari PT Offistarindo Adhiprima ikut terlibat dalam perkara yang merugikan keuangan negara hingga Rp 81 miliar. Mereka adalah Andi Susanto Hendro Setyawan, Fresly Nainggolan, Sari Pitaloka, dan Ratih Widya Astuti.

Bahkan, jaksa juga menyebut adanya keterlibatan Komisi E DPRD DKI Jakarta dalam korupsi ini, yakni HM Firmansyah dan Fahmi Zulfikar Hasibuan.

Keterlibatan sejumlah pihak tadi sangat terang lantaran proyek ini tidak pernah direncanakan sesuai kebutuhan riil sekolah saat itu. Sudik Dikmen Jakarta Barat tidak pernah mengajukan permohonan anggaran atau dana untuk pengadaan UPS. Namun, mereka diduga melakukan pemufakatan jahat untuk meloloskan proyek ini sebagai barang pengadaan.

"Karena yang dibutuhkan adalah perbaikan jaringan listrik dan penambahan daya, sehingga bukan UPS yang dibutuhkan," kata jaksa.

Pengadaan proyek itu pun diketahui tidak pernah dibahas dalam rapat Komisi E dengan SKPD, tetapi akhirnya tetap disetujui dalam APBD Perubahan tahun 2014 pada 13 Agustus 2014.

Akibat perbuatannya, Alex Usman didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No.31/ 1999 tentang Pembarantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Nil/Sun)**