Liputan6.com, Jakarta - Posisi Menteri Utama memang tidak diakui dalam sistem konstitusi Indonesia. Tapi jabatan itu bisa diterapkan seperti presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono menerapkan wakil menteri.
"Ini sama seperti posisi wakil menteri tidak tersedia di undang-undang tapi tetap ada posisi itu. Mungkin bisa lihat celah di situ. Sesuai atau tidak dengan undang-undang tentu masih debateable," kata peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI)Â Dewi Arum saat konferensi pers 'Paska Setahun Jokowi-JK, Dibutuhkan Menteri Utama?' di kantor LSI, Jakarta, Kamis (29/10/2015).
Baca Juga
Wacana menteri utama memang pernah jadi perbincangan semama pilpres 2014 lalu. Prabowo Subianto yang kala itu menjadi calon presiden sempat menjanjikan posisi itu kepada Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie.
Advertisement
Dewi menjelaskan, menteri utama ini tidak sama dengan perdana menteri pada negara penganut sistem parlementer. Tapi, posisi ini juga pernah digunakan di Singapura yang dijabat Lee Kuan Yew.
Menurut Dewi, menteri utama bisa saja tidak muncul sebagai jabatan baru. Misalnya dengan memberikan kewenangan menteri utama kepada menteri yang sudah ada.
"Bisa saja Presiden Jokowi memberi delegasi berupa wewenang khusus, seperti memberi kepercayaan mengkoordinasikan semua menteri, dan berkomunikasi dengan lembaga lain. Tugas utamanya mensingkronkan kerja kabinet dan instansi lain," tutup Dewi. (Ali/Mut)