Sukses

Pengelola Bantar Gebang: Sampah DKI Lebihi Tonase Buat Rugi Besar

Sejak 2008 menjalin kerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta, baru 2 tahun pengelola Bantar Gebang merasakan keuntungan.

Liputan6.com, Jakarta - PT Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI) yang mendominasi pengelolaan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang Bekasi mengaku rugi menginvestasikan modalnya. Sebab sejak 2008 menjalin kerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta, baru 2 tahun mereka merasakan keuntungan.

Hal itu disampaikan Direktur Utama PT NOEI Agus Nugraha Santoso saat memenuhi undangan rapat dengan Komisi D DPRD DKI Jakarta, Kamis (29/10/2015).

"Kami menerima tipping fee sebenarnya Rp 255 miliar, tapi (terima) bersihnya hanya Rp 199 miliar. Kami merugi karena biaya operasional lebih dari Rp 200 miliar per tahun," kata Agus di Gedung DPRD, Jakarta, Kamis (29/10/2015).

Pendapatan dari Pemprov DKI tersebut, kata Agus, mengalami minus lantaran pihaknya harus membayar pajak penghasilan dan community development kepada Pemkot Bekasi.

Selain itu, masih ada kebutuhan operasional seperti membayar gaji karyawan, biaya pemeliharaan sarana dan prasana, pembelian solar, perawatan alat berat, memproses air limbah supaya kualitasnya bagus, dan buat penghijauan. "Itu semua di luar biaya listrik," imbuh dia.

Agus mengatakan ada 4 upaya pengelolaan sampah yang semula diharapkan dapat mendulang keuntungan. Di antaranya mengekstrak gas metan menjadi energi pembangkit tenaga listrik dan energi karbon.

Namun hal itu tidak dapat terealisasi lantaran kuota sampah yang terlalu banyak, membuat gas metan mengalami fluktuatif sehingga tidak bisa ditangkap mesin.

"Tapi ternyata yang kami harapkan tidak kunjung datang. Karena volume sampahnya makin naik," ujar Agus.

Padahal, tambah Agus, dalam perjanjian Pemprov DKI Jakarta dengan pihaknya serta PT Godang Tua Jaya yang menjadi pengelola TPST, tertulis jumlah sampah yang masuk ke TPST akan dibatasi hanya berkisar di angka 2.500 ton per hari.

"Rata-rata kami terima sampah per hari itu 5.560 ton,” tandas Agus.

Keluhan Agus tersebut ditanggapi Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Muhammad Sanusi. Ia mengatakan seharusnya sebagai pengusaha, Agus memiliki spekulasi bisnis yang matang. Ia pun mengaku sudah biasa mendengar pengusaha berteriak jika 'buntung' dan senyap saat meraup untung.

"Kalau persoalan terus merugi seperti keterangannya tadi, itu problem spekulasi bisnisnya yang kurang matang. Buktinya kalau keuntungannya naik, dia tidak teriak," ucap Sanusi. (Ali/Ans)

Video Terkini