Liputan6.com, Jakarta - Pagi itu, seperti biasanya Fian berangkat dari rumah kontrakan di Kawasan Kampung Kelapa, Kelurahan Panunggangan Timur, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang menuju Mall Alam Sutera.
Pemuda 25 tahun itu bekerja sebagai karyawan Kantin Borneo yang ada di dalam mal seluas 12 hektare itu. Sesampainya di kantin yang terletak di basement mal, Fian yang sudah cukup lama bekerja di kantin tersebut langsung menuju dapur dan melakukan rutinitasnya sebagai koki.
Namun, nasib malang harus dihadapinya. Sekitar pukul 12.00 WIB, Fian yang saat itu sedang di toilet pria tak curiga sedikit dengan suasana kamar kecil yang setiap hari digunakannya itu. Ferry, rekan kerja Fian, mengaku sempat curiga ketika melihat ada bungkusan asing yang ada di dalam tempat sampah.
Tak berapa lama kemudian, suara ledakan kencang terdengar keras dari dalam toilet di mana Fian sedang berada. Ferry makin kaget ketika melihat Fian keluar dari dalam toilet tersebut dengan merangkak karena kakinya terluka parah.
Liem (52), pemilik Kantin 88 yang tempatnya tak jauh dari Kantin Borneo juga menuturkan, ledakan itu terjadi saat banyak pengunjung kantin yang sedang makan siang. “Saya lagi melayani tamu, lalu ada ledakan cukup keras, tapi tidak sampai bergetar. Kemudian dia keluar dari toilet dengan kondisi merangkak,” kata Lim, Rabu 28 Oktober lalu.
Liem yang sempat menolong Fian mengatakan, berdasarkan keterangan korban, bom tersebut berada di dalam tempat sampah kecil di dalam bilik closet. Posisi tempat sampah ada di belakang kiri closet.
“Jadi korban sedang buang air besar. Lalu tempat sampah itu meledak dan pecahannya kena kaki korban hingga bengkak dan lecet. Saya sempat melihat ke dalam toilet, yang hancur tempat sampah saja, benda lainnya tidak rusak,” kata dia.
Korban langsung ditolong karyawan kantin lain. Kakinya dibalut dengan kain lalu dibawa ke Klinik Diana Permata Medika di kawasan Modernland sampai kemudian harus dilarikan ke Rumah Sakit Omni Internasional.
Aan yang dikenal sebagai pemilik kantin Borneo menyayangkan kejadian tersebut, lokasi ledakan di toilet kantin basement Mall Alam Sutera, Tangerang Selatan, Banten diketahui sangat minim pengawasan. Berbeda dengan pintu utama mal yang selalu dijaga sejumlah petugas keamanan.
“Kantin tempat ledakan memang tidak ada yang menjaga, beda dengan pintu masuk mal. Kalau masuk mal ada yang periksa, tapi di kantin itu memang longgar penjagaannya," kata Aan.
Pelaku Langsung Teridentifikasi
Setengah jam kemudian, petugas Tim Gegana Polda Metro Jaya langsung menyisir lokasi ledakan bom tersebut. Sekitar 2 jam petugas melakukan penyisiran di sekitar toilet pria tersebut. Sementara, polisi bersenjata lengkap bersiaga di sekitar lokasi. Garis polisi juga telah terpasang di sekitar lokasi ledakan.
Seperti pantauan Liputan6.com, sekitar pukul 15.13 WIB, tim Gegana keluar dari toilet pria tersebut. Di antara mereka ada yang menggotong koper hitam, yang diduga berisi serpihan benda yang diduga bom tersebut.
Namun, tim Gegana tidak bersedia memberikan keterangan apa pun kepada awak media yang menanti di luar area itu. Koper hitam tersebut langsung dimasukkan ke dalam mobil yang berada di satu lantai di bawah lokasi kejadian.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian menduga, ada kemiripan dengan ledakan pada Juli 2015 lalu di mal yang sama. Karena dari jenis ledakannya kemungkinan sama dengan yang sebelumnya (Kamis 9 Juli 2015 pukul 12.26 WIB). “Ada kemungkinan ke sana,” ujar Tito di lokasi kejadian.
Selang dua jam kemudian, tim puslabfor yang sudah memastikan bahwa itu bom rakitan dengan daya ledak yang rendah, langsung melakukan penyergapan di rumah pelaku yang berada di di Blok C 9 nomor 02 di Perumahan Banten Indah Permai (BIP), Kota Serang, Banten.
Tim Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) Mabes Polri yang ikut dalam penyergapan tersebut, mengamankan sejumlah barang bukti. Berdasarkan pantauan di lokasi kejadian, tim Inafis Mabes Polri datang sekitar pukul 21.00 WIB dan meninggalkan lokasi kejadian pada pukul 22.00 WIB.
Pelaku langsung diamankan petugas Polisi, bahkan, istri, anak, dan adik sepupu dari pelaku pengeboman juga dibawa ke Polda Metro Jaya menggunakan kendaraan Suzuki Ertiga warna silver dengan pelat nomor kendaraan B 1744 CKI.
"Tersangka berhasil kami tangkap di rumahnya, yang berada tidak jauh dari lokasi peledakan dengan sejumlah barang bukti berupa bahan peledak," kata Tito.
Polisi juga mendapati satu buah bom aktif di ruma sang bomber. Kondisinya siap pakai dengan bentuk sebesar bungkus besar rokok sehingga sulit dikenali dan cukup berbahaya bila terkena sentuhan.
Advertisement
“Kalau kita tidak teliti, dipegang saja sudah meledak. Karena bomnya aktif, tidak bisa dibedakan kotak rokok yang berisi bom dengan kotak rokok biasa,” ucap dia.
Leopard Sang Alone Wolf
Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya akhirnya menangkap pemuda bernama Leopard Wisnu Kumara (29). Raut muka sang bomber sendiri tidak tampak sedikit pun menggambarkan aksi seorang peneror yang bengis. Leo lebih mirip karyawan kantoran karena tubuhnya gempal dan kulitnya cerah.
Leopard diketahui sebagai seorang ahli teknologi informasi yang bekerja sebagai penyelia senior di perusahaan yang berlokasi tak jauh dari lokasi pengeboman.
Pelaku juga sering keluar masuk mal tersebut. Karena itu, ia sangat paham jalan-jalan pintas menuju ke pusat perbelanjaan ini dan tidak terdeteksi saat membawa bom dalam perjalanan.
Hebatnya sang bomber yang diringkus Detasemen Khusus 88 ini, ternyata pernah 3 kali meneror mal tersebut. Dimulai sejak awal Oktober 2015. "Sekitar tanggal 10-an bulan ini di WC kantin," ungkap Leopard kepada Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Krishna Murti, dalam video yang diperoleh Liputan6.com.
Namun, menurut Leopard, bom itu tidak meledak. Awalnya, sang bomber ini mengurungkan niat untuk tidak meneror Mall Alam Sutera, seperti Juli 2015. Namun, ia mengaku teringat utang-utangnya.
"Tapi saya berubah pikiran. Awalnya, saya mau berhenti, udah enggak mau pasang lagi. Tapi saya kepikiran utang. Ya mau enggak mau saya harus tunggu duit itu sampai cair dari Alam Sutera," jelas Leopard.
Leopard juga mengaku ia telah membuat 5 bom. Peledak pertama diletakkan di Foodhall 6 Juli 2015. Sementara Bom kedua di toilet pengunjung. Bom ketiga di toilet kantin karyawan sama dengan bom keempat yang meledak 28 Oktober 2015.
Polisi menjelaskan, Leopard selama ini bergerak sendiri, tidak memiliki pemimpin dan kelompok yang mendorongnya untuk melakukan teror.
Leopard masuk dalam kategori nonleadership jihad atau alone wolf dalam dunia terorisme. Karena si pelaku melakukan teror tanpa pemimpin, tanpa belajar dari orang-orang tertentu. Teroris seperti ini, biasanya sulit diungkap.
"Ada hal unik. Pelaku ini tidak terkait sama sekali dengan jaringan-jaringan teror yang dipetakan polisi. Pelaku tunggal, motif bukan ideologi, di dunia terorisme dikenal dengan istilah alone wolf" ujar Tito.
Bomber ‘Mother of Satan’
Esok harinya di Mapolda Metro Jaya, Tito juga mengungkapkan, Leopard selama ini belajar merakit bom dari video-video yang beredar bebas di internet. Bahkan untuk melancarkan aksinya, si bomber juga mempelajari sendiri targetnya, dan melakukan sendiri perbuatannya.
Setelah diteliti pihak kepolisian, ternyata bom yang dibuat oleh pelaku berasal dari bahan yang mudah dibuat, namun sulit terdeteksi. Karena bom yang digunakan tersangka adalah jenis TATP (triacetone triperoxide).
Jenis bahan ini sama dengan kasus bom sepatu yang dilakukan Richard Reid di Prancis pada 2001 yang membakar sepatunya sendiri. "Selain mudah dibuat, sulit dideteksi. Karena kasus TATP inilah penumpang (pesawat) dilarang untuk membawa cairan," Tito.
Menurut Tito, bom dengan bahan TATP ini sangat mudah meledak, bahkan tanpa dipicu oleh detonator. Bahkan saat tim kepolisian mengeluarkan bahan ini dari kulkas yang berada di rumah tersangka, sempat menimbulkan ledakan.
"Saat ke luar kulkas di rumah pelaku, serbuk ini sempat menimbulkan ledakan karena panas, walau kecil," ujar Tito.
Dia menerangkan, bom yang menggunakan bahan tersebut baru ada 3 di dunia, termasuk ledakan di Alam Sutera menjadi yang pertama di Indonesia. Bom yang menggunakan TATP sebelumnya terjadi di London, Inggris, pada 7 Juli 2005.
Sebanyak 4,5 kg bahan TATP meledak di jaringan transportasi umum. Empat ledakan terjadi hampir bersamaan di 3 jalur kereta api bawah tanah dan sebuah bus di pusat Kota London. Sebanyak 52 orang meninggal dunia dan 300 lebih orang terluka.
Dikutip dari laman Thefutureofthings, TATP telah digunakan para militan dan teroris dalam beberapa dekade terakhir. TATP adalah salah satu bom yang sulit dibuat dan mematikan. Kendati demikian, bahan-bahannya mudah dicari.
TATP ditemukan pada 1895 oleh seorang ilmuan Jerman, Richard Wolffenstein. Kekuatannya dalam jumlah yang sama lebih besar daripada TNT. Namun, berbeda dengan TNT, TATP sangat sensitif dan tidak memerlukan detonator untuk meledakkannya.
Karena faktor sensitif dan ketidakstabilan itulah, TATP tidak pernah dipakai militer atau pemakaian komersial lainnya, tidak seperti TNT.
Kerusakan dari TATP dalam jumlah besar bisa lebih merusak dibanding TNT dalam jumlah TATP yang sama. Bom jenis ini lebih mudah dibuat, dan susah untuk dideteksi. Inilah mengapa TATP disebut sebagai Ibunya Setan alias 'Mother of Satan'.
Pemerasan
Lalu apa motif sang serigala perakit bom berjuluk ‘Ibunya Setan’ itu? Bukan ideologi atau dendam tapi lebih karena faktor ekonomi. Leopard menggunakan aksi teror bomnya untuk memeras manajemen Mall Alam Sutera. Kepada pihak mal, dia meminta uang Rp 300 juta dalam bentuk bitcoin atau uang elektronik.
"Dia sempat kirim email atau surat elektronik ke manajeman Alam Sutera, mengancam dan meminta uang Rp 300 juta," kata Irjen Tito.
Pada email itu, Leopard menggunakan nama Anonymous. Email itu dikirim beberapa saat sebelum bom 9 Juli 2015. Seminggu setelah bom 9 Juli 2015 meledak, akhirnya pihak Alam Sutera mengirimkan uang sebesar Rp 750 ribu dalam bentuk bitcoin.
Leopard memilih Mall Alam Sutera karena mal itu dekat dari rumah pelaku. Selain itu, Leopard menganggap mal tersebut lebih mewah dari pusat perbelanjaan lainnya di Tangerang, Banten.
Polisi menjerat Leopard dengan Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Terorisme dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup. Terlebih, perbuatannya menimbulkan kegaduhan dan meneror banyak orang. (Dms/Ron)*