Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Setara Institute, Muhammad Raziv Barokah menilai tidak ada penyebab tunggal yang menyebabkan kabut asap terjadi. Namun, ada sejumlah pemicu utama kenapa kebakaran hutan yang mengakibatkan kabut asap tetap terjadi.
Salah satu pemicunya adalah minimnya penegakkan hukum terhadap raksasa korporasi perkebunan‎ oleh pemerintah pusat. Hal itu juga tentu membuat raksasa pekerbenan menjadi arogan dan kerap tidak patuh pada peraturan.
"Penindakan pelanggaran yang dilakukan korporasi perkebunan cenderung tak terdengar, sehingga mereka cenderung tidak mengindahkan teguran aparat," ucap Raziv di kantor Setara Institute, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Minggu (1/11/2015).
Pemicu lainnya, lanjut dia, adalah regulasi yang sumir dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, termasuk peraturan turunan lainnya.
Kemudian, kata Raziv, ada juga kebijakan pembukaan perkebunan di lahan gambut dengan cara dibakar juga tak luput jadi perhatian.
"Apapun penyebab kabut asap tersebut, negara tetap yang terdepan dalam mengambil tanggung jawab. Karena negara adalah pemangku kewajiban atas dampak yang dialami warga negaranya sebagai pemegang hak," tandas Raziv.
Kewajiban negara menegakkan hukum‎, memberikan sanksi terhadap pelanggar peraturan dengan mekanisme yang akuntabel, adil, dan dengan bukti-bukti objektif, menueut Raziv, harus dilakukan meskipun berhadapan dengan korporasi raksasa.
"Dengan begitu, tidak mengesankan bahwa pengenaan sanksi kepada sejumlah korperasi pelanggar hanya sebagai pencitraan dan bukan tebang pilih. Karena bencana asap telah banyak mengorbankan hak hidup masyrakat di sana," papar Raziv. (Dms/Mut)
Setara: Pemerintah Wajib Tindak Tegas Perusahaan Pembakar Lahan
Penindakan pelanggaran yang dilakukan korporasi perkebunan cenderung tak sepi terdengar.
Advertisement