Liputan6.com, Jakarta - Korban dugaan kekerasan dan penganiayaan oleh oknum polisi Polres Arosuka di Sumatera Barat Harmein Radinis (50) meninggal dunia setelah kritis dan koma selama 16 hari. Buruh dan petani itu dituduh mencuri mesin bajak.
Menurut keluarga, Harmein telah diperlakukan tak manusiawi. Maryani, istri korban tak kuasa menahan tangisnya saat mengisahkan penjemputan paksa terhadap suaminya yang dikenal baik oleh warga kampung pada 15 Oktober 2015 lalu.
"Pagi itu, Uda (Harmein Radinis) pergi ke tempat temannya yang meninggal dan sekaligus mengirimkan uang bulanan untuk anak kami yang sedang kuliah di ibu kota provinsi," ujar Maryani kepada Liputan6.com di Padang, Sumbar, Minggu (1/11/2015).
Maryani mengatkan, suaminya ditangkap di Jalan Lintas Solok Bukiksileh saat mengendarai motor adik iparnya usai mengirimkan uang biaya kuliah sang anaknya ke salah satu agen travel.
Sepulang mengantarkan biaya bulanan anaknya, Harmein ditelepon orang tidak dikenal dan mengajaknya bertemu di jalan lintas tersebut. Sekitar pukul 17.00, warga di sekitar tempat itu mendengar tembakan.
"Saya dapat kabar dari salah satu warga di sana yang kenal dengan Uda. Katanya Uda dicido (ditangkap), dan ia mendengar tembakan, saya langsung berlari menuju tempat tersebut. Namun Uda tidak ada di situ, hanya masyarakat yang ramai," tutur Maryani.
Setelah itu, Maryani langsung ditemui kepala desa setempat atau walinagari yang mengabarkan tentang penangkapan itu.
Harmein ditangkap karena diduga melakukan tindak pidana pencurian mesin bajak dan ditahan dengan surat izin perintah penahanan nomor SP.Kap/68/X/2015 tertanggal 16 Oktober di wilayah hukum Polres Arosuka, Kabupaten Solok.
Baca Juga
Tak Sadarkan Diri
Esoknya, pada Sabtu 17 Oktober 2015, Maryani hendak menjenguk suaminya. Namun, kata dia, petugas Polres Arosuka mengatakan jika Harmein dalam keadaan baik-baik saja dan belum dapat dibesuk.
Senin pagi 19 Oktober 2015, anggota Polsek Lembang Jaya menginformasikan Maryani, bahwa suaminya sedang dirawat di RS Bhayangkara Kota Padang dan butuh pihak keluarga untuk merawatnya. Sebab Harmein sudah tidak sadarkan diri selama 2 hari.
Maryani pun datang ke RS Bhayangkara keesokan harinya. Di sana dia mendapatkan kabar jika suaminya telah berada di rumah sakit sehari setelah penangkapan, tepatnya 16 Oktober 2015. Seperti diungkapkan pengurus jenazah di RS Bhayangkara, Ilham.
"Saya kenal dia, (Harmein). Dan saya terkejut, kenapa ia masuk dengan keadaan begitu. Saya duga itu kecelakaan, tapi saat Maryani datang. Baru saya tahu, bahwa si Men (Harmein) ditangkap polisi," ujar Ilham pada pihak keluarga.
Advertisement
Jatuh ke Jurang
Saat dijenguk Maryani, suaminya sudah tak sadarkan diri dengan tangan kanan masih diborgol. Kondisinya parah, pelipis mata robek, tangan kiri patah, satu gigi copot, kedua kaki luka-luka, mata kanan membiru, luka-luka lecet, kulit punggung serta bokong mengelupas, kemaluan membengkak, dan air seni mengeluarkan darah.
Setelah seminggu lebih menjalani perawatan, yakni pada 26 Oktober 2015, Harmein dirujuk ke RSUP M Djamil Padang. Ia menghembuskan napas terakhirnya pada Sabtu 31 Oktober 2015 pukul 19.00 WIB.
Sementara itu, Kapolres Solok, AKBP Reh Ngenana membantah jika tahanannya meninggal setelah mengalami penyiksaan. Menurut dia, Harmein mencoba melarikan diri saat proses penangkapan. Bukan dianiaya ataupun mengalami kekerasan.
Namun begitu, dia tetap akan menunggu hasil autopsi.
"Kita menghormati proses hukum. Namun sesuai fakta hukumnya, tentu dengan hasil otopsi. Nah, hasil otopsi ini baru dua minggu ke depan bisa keluar hasilnya dan kita baca," ujar AKBP Reh Ngenana kepada Liputan6.com.
Sangat Parah
Ia menjelaskan, luka-luka yang dialami Harmein murni luka karena jatuh ke jurang. Namun ia juga tidak menyangkal bahwa berita acara pemeriksaan (BAP) telah dibuat dan keadaan korban sangat parah ketika ditemukan.
"Memang ketika mau ditangkap, melarikan diri. Dia (Harmein Radinis) itu lari, lompat pagar. Dan sayangnya di sebelah pagar itu jurang."
Ia mengatakan, saat itu anggotanya langsung mengevakuasi tersangka. Namun karena jurang sangat dalam anggotanya harus berputar ke arah jalan yang bisa dipakai untuk menuruni jurang.
"Setelah itu kami langsung mengevakuasi tersangka ke RSUD Solok untuk mendapatkan pertolongan, keadaannya sudah lemas," kata Reh.
"Setelah perawatan selama 10 hari kondisinya makin parah dan alat-alat di RS Bhayangkara pun tidak lengkap, kami merujuk ke RSUP M Jamil Padang," lanjut dia.
Terkait laporan dari pihak keluarga yang ingin membawa ini ke jalur hukum, Reh mengaku tak mempersoalkannya. "Kalau ada dugaan dan melapor bahwa kami telah melakukan penganiayaan itu hak mereka sebagai warga negara," pungkas Reh. (Ndy/Mut)
Advertisement