Sukses

Ditolak PN Jakpus, MAKI Akan Kembali Gugat KPK Soal Century

Gugatan praperadilan kasus Bank Century itu segera dilayangkan MAKI ke PN Jaksel.

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) tak patah semangat setelah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak praperadilan terkait kasus Bank Century. PN Jakpus menolak praperadilan ini lantaran kantor KPK berada di wilayah Jakarta Selatan. Oleh karena itu, MAKI akan mengajukan kembali gugatan praperadilan yang sama ke PN Jaksel.

Gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu terkait penghentian penyidikan mega skandal korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Pengacara MAKI, Kurniawan Adi Nugroho mengatakan gugatan itu segera didaftarkan. "Kita akan ajukan ke PN Jaksel berdasarkan putusan PN Jakpus‎. Paling cepat seminggu setelah kita terima salinan putusan dari PN Jakpus," kata Kurniawan saat berbincang dengan Liputan6.com di PN Jakpus, Senin (2/11/2015).

Menurut dia, dengan penolakan ini, justru KPK selaku termohon dirugikan. Sebab, KPK harus pusing menyiapkan saksi-saksi dan bukti-bukti baru ketika sidang praperadilan baru digelar.

Kurniawan juga menjelaskan latar MAKI mengajukan gugatan praperadilan penghentian ini. Salah satunya karena KPK tidak melakukan penyidikan lanjutan setelah Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis kepada Budi Mulya. Padahal, lanjut dia, Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasinya sudah memperberat hukuman Budi Mulya.

Vonis Pengadilan Tipikor jelas menyatakan Budi Mulya dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi bersama-sama dan berlanjut. Pada vonis itu disebutkan sejumlah nama yang dinyatakan bersama-sama melakukan korupsi dengan Budi Mulya. Salah satunya mantan Wakil Presiden Boediono.

Baca Juga

"Budi Mulya kan terbukti melakukan korupsi bersama-sama. Tapi bersama-sama sama siapa? Kan sudah jelas. Pelaku materilnya, Boediono harusnya diperiksa dulu," ucap Kurniawan.

Soal bersalah, terlibat atau tidaknya Boediono dan para pelaku lain, kata dia, itu urusan hakim. Pada satu sisi, kewenangan penyidik adalah melakukan pemeriksaan terhadap mereka yang diduga turut terlibat melakukan korupsi dan kemudian melimpahkannya ke pengadilan.

"Periksa dulu, ajukan ke Pengadilan Tipikor. Soal bersalah atau tidak itu urusan hakim. Lagi pula kan sudah jelas, Budi Mulya dijerat dengan Pasal 55 KUHP, artinya turut serta. Tapi kan sekarang turut sertanya dengan siapa, tidak jelas. Turut serta itu, Budi Mulya, maksudnya kan tidak sendirian korupsi, pasti ada orang lain," ujar Kurniawan.

Korupsi Jamaah

Budi Mulya divonis pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan di oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Namun, oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta hukuman Budi Mulya ditambah menjadi pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan.

Majelis menilai Budi Mulya terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Budi Mulya dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Majelis Hakim menilai Budi Mulya terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dengan Boediono, Miranda Swaray Goeltom, (Alm) Siti Chalimah Fadjrijah, (Alm) S Budi Rochadi, Muliaman Darmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono, Ardhayadi Mitodarwono, Raden Pardede, Robert Tantular dan Hermanus Hasan Muslim.

Pada tingkat kasasi, MA menolak permohonan kasasi yang diajukan Budi Mulya dan mengabulkan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU), serta membatalkan putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi Jakarta.‎‎

MA pun memperberat hukuman Budi Mulya menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 8 bulan. ‎(Bob/Mut)