Liputan6.com, Jakarta - Kabut asap di wilayah Sumatera menyebar hampir ke sebagian besar wilayah itu. Tak terkecuali wilayah Jambi. Hutan yang menjadi lingkungan tinggal Suku Anak Dalam atau Orang Rimba Jambi di wilayah itu pun tak luput dari kepungan asap.
Bencana akibat kebakaran hutan dan lahan ini menjadi perhatian Presiden Jokowi. Kunjungan kerja ke Amerika Serikat terpaksa dipersingkat dari agenda sebelumnya. Bahkan, Presiden bernama lengkap Joko Widodo itu langsung terbang ke wilayah terdampak kabut asap sepulang dari Negeri Paman Sam itu.
Untuk mengetahui penanganan dampak kabut asap bagi Suku Anak Dalam, Jokowi dan Ibu Negara Iriana bersama rombongan bertolak ke Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi menggunakan helikopter TNI AU pada Jumat 30 Oktober 2015 siang.
Jokowi tergerak mengunjungi suku pedalaman itu, setelah mendengar kesulitan tempat tinggal dan makanan yang dialami Suku Anak Dalam. Hal ini memang sudah menjadi kewajibannya sebagai pemimpin di negeri ini untuk mengunjungi rakyatnya, terlebih mantan Walikota Solo ini gemar blusukan dari desa ke desa.
Karena itu blusukan ke lahan sawit yang kini menjadi tempat tinggal Suku Anak Dalam, bukan hal baru bagi Jokowi. Dia berdialog langsung dengan rakyatnya itu. Duduk sama rata di tanah, sama seperti rakyatnya. Jokowi jongkok saat menemui mereka untuk mendengar langsung keluhan mereka akibat kabut asap.
Tak mengherankan, bila kemudian Jokowi disebut sebagai presiden pertama yang mengunjungi Suku Anak Dalam, sepanjang sejarah kepemimpinan di Tanah Air. Terlepas dari tudingan sejumlah pihak bahwa kunjungan ini hanya pencitraan, faktanya Jokowi telah mendahulukan kepentingan rakyatnya ketimbang lawatan ke negara lain.
"Saya mau ketemu langsung dengan Suku Anak Dalam, karena sudah beberapa kali saya baca mereka ada kesulitan-kesulitan, baik makanan maupun permukiman," ujar Jokowi dalam keterangan tertulis dari Tim Komunikasi Presiden Sukardi Rinakit, Jumat 30 Oktober 2015.
Suku Anak Dalam adalah suku yang tinggalnya berpindah-pindah atau melangun, sehingga Jokowi menawarkan kepada mereka yang‎ tinggal di tenda-tenda di kebun sawit ini untuk tinggal di rumah. Mereka bersedia, tapi dengan syarat rumah mereka memiliki jarak cukup jauh dari permukiman warga dan memiliki lahan pertanian. Â
Sejatinya pemerintah melalui Kementerian Sosial sudah membangun 15 rumah singgah untuk Suku Anak Dalam. Namun mereka hanya tinggal beberapa saat, lalu kembali ke hutan. Karena itu rumah ini hanya menjadi rumah singgah bagi mereka.
"Sudah nanti disiapkan, Bu Menhut sudah nyiapkan, Pak Bupati, Pak Gubernur. Nanti yang mengenai rumahnya diurus Mensos," kata Jokowi saat menawarkan rumah singgah.
Advertisement
Baca Juga
Jokowi berharap Suku Anak Dalam dapat tinggal tetap di rumah yang akan dibangun pemerintahnya dan memiliki penghasilan, serta pendidikan bagi anak-anak mereka. Sebab 15 rumah yang dulu dibangun pemerintah kini berubah menjadi lahan sawit.
Rumah yang dibangun sebelumnya memang belum memadai. Tidak ada sumur dan toilet, bahkan penerangan listrik. Jokowi pun akan memenuhi kebutuhan rumah tangga itu, agar tidak ada perbedaan pelayanan antara penduduk kota dan suku pedalaman.
Tudingan Foto Rekayasa
Kunjungan Jokowi ke tempat tinggal Suku Anak Dalam kini menjadi buah bibir di media sosial. Para netizen membicarakan foto Jokowi saat menemui suku pedalaman itu yang diduga rekayasa atau setting-an.
Di gambar yang diunggah Tim Kepresidenan itu, terlihat Jokowi tengah berbincang dengan 5 orang Suku Anak Dalam tanpa mengenakan pakaian lengkap. Namun para penuding membandingkan dengan foto lainnya, di mana Suku Anak Dalam mengenakan pakaian.
Para penuding membalikkan kronologi pertemuan Jokowi dengan Suku Anak Dalam. Pertama kali adalah foto Jokowi berdialog dengan anggota Suku Anak Dalam berlatar rumah dari kayu. Mereka berpakaian lengkap. Di foto lain mereka tidak berpakaian lengkap berlatar kebun sawit dan bertelanjang dada.
Pihak-pihak tersebut menyatakan orang-orang di gambar itu disebut sama dan rekayasa semata. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa yang turut mendampingi kunjungan Jokowi pun buka suara. Dia geram dengan tudingan miring itu.
Menurut Khofifah, foto yang beredar, baik yang hanya mengenakan pakaian tradisional maupun yang berpakaian lengkap, adalah pertemuan yang memang benar-benar dilakukan Jokowi.
"Itu yang di titik pertama (yang tanpa mengenakan baju) adalah Suku Anak Dalam yang hutannya terbakar. Mereka itu waktu Presiden datang, 10 hari di tempat itu. Setelah itu, masuk titik kedua (sudah mengenakan baju)," ujar Khofifah saat berbincang dengan Liputan6.com di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 2 November.
‎
"Itu yang sudah KAT, yakni komunitas adat terpencil. KAT dibangun Kemensos tahun 2013 dan ditempati pada 2014," tegas dia.
Menurut Khofifah, dalam pertemuan antara Jokowi dengan perwakilan Suku Anak Dalam di titik pertama, Presiden berdialog dengan beberapa di antara mereka. Seorang penerjemah bernama Husni Thamrin selalu mendampingi Presiden Jokowi. Bahkan dalam dialog itu Jokowi tak didampingi menteri.
"‎Ini beda tempat, beda orang, beda situasi. Di tempat ‎pertama dan kedua beda tumenggung. Tumenggung itu seperti kelompok-lah yah. Kalau di KAT itu Tumenggung grit. Yang pertama, mereka yang dari dalam. Karena hutannya terbakar, karena mereka terpinggir. ‎Di titik pertama itu," jelas Mensos.
Usai menemui Suku Anak Dalam di titik pertama, pada sore harinya Jokowi kembali menemui kelompok‎ Suku Anak Dalam lain dan memberikan bantuan. Walau masih satu desa, lokasi dari titik pertama ke tempat kedua tak terlalu jauh, sekitar 500 meter. Di tempat kedua Jokowi memberi bantuan sembako hingga Kartu Indonesia Sehat untuk keperluan mereka berobat.
"Presiden dari tempat pertama ke tempat yang kedua itu naik mobil. Dan itu beda tempat, beda orang dan beda situasi," tegas Khofifah.
Â
Menurut Khofifah, wajah Suku Anak Dalam mempunyai kemiripan bila dilihat dari ketebalan rambut. Namun sosok yang ada di 2 foto yang beredar merupakan orang berbeda.
"Yang kemarin Presiden datang di titik Sarolangun. Kalau saya lihat, kepala dari belakang itu sama. Saya juga kaget karena kok rambutnya tebal-tebal ya. Dari anak-anak, rambutnya mereka tebal-tebal. Dari Suku Anak Dalam Batanghari, Merangin, hingga Sorolangun memang seperti itu," ujar dia.
‎
‎"Aku sampai geli, gimana bisa kepala dianggap sama. Bagus kalau Anda turun, lalu dicek rambut mereka tebal. Kalau Anda lihat dari belakang ya sama semua. Jadi apakah yang di Batanghari, di Merangin. Saya dari depan pun bilang mereka mirip-mirip ya," sambung Khofifah.
Dia menganggap penyebar foto tersebut sengaja melakukan tindakan tersebut sebagai bentuk fitnah di media sosial, untuk menghambat kerja pemerintah. Namun terkait rencana Presiden melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian, Khofifah enggan berkomentar panjang.
"Ah, aku enggak tahu kalau itu. Biar itu urusannya Kapolri," pungkas Khofifah.
Sebutan Baru
Rudy Shaf yang mendampingi orang Suku Anak Dalam selama belasan tahun mengungkapkan, sebutan Suku Anak Dalam sebenarnya sebutan atas nama sejumlah suku di Jambi yang dibuat pemerintah sekitar awal 1990.
"Jadi ada Orang Rimba, Suku Bathin IX, hingga suku di pesisir timur Jambi disamakan namanya menjadi Suku Anak Dalam," ujar pria yang juga Direktur Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI Warsi) saat dihubungi Liputan6.com di Jambi, Senin 2 November.
Terkait foto yang menggambarkan pertemuan Jokowi dengan kelompok Suku Anak Dalam di Desa Bukit Suban beberapa hari lalu, ia menyebut itu adalah kelompok Orang Rimba.
Orang Rimba di Jambi kini terbagi menjadi 3 kelompok. Pertama, mereka yang lahir dan tinggal di hutan. Kedua, kelompok yang sejak lahir tinggal di kawasan perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI). Dan terakhir, kelompok yang sudah membaur dan tinggal di kawasan pedesaan bersama warga lain pada umumnya.
"Nah yang ada di foto bersama Presiden Jokowi, jika masuk kategori kelompok ketiga dan kedua itu mungkin. Jadi ketika konteksnya berbicara soal bantuan rumah, ada Orang Rimba yang mau dan menolak juga," jelas Rudy.
Sementara kelompok Suku Anak Dalam di kawasan hutan masih sangat memegang erat budaya. Kelompok ini melarang wanita dewasa bertemu orang dari luar. Bahkan beberapa kelompok yang menghuni pedalaman Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) di Kabupaten Sarolangun, melarang perempuan dewasa difoto atau sekadar diajak ngobrol.
Selain mencari makan dengan cara berburu, sejumlah kelompok Orang Rimba juga berkebun karet dan mencari getah damar. Hasil kebun mereka dijual ke pengepul di pasar dibawa menggunakan sepeda motor.
Rudy menyebutkan, dari sensus yang dilakukan KKI Warsi, populasi Orang Rimba di Jambi mencapai 3.700 orang. Jumlah itu menyebar di 3 titik. Pertama, di kawasan TNBD yang membentang di Kabupaten Sarolangun dan Batanghari berjumlah sekitar 1.700 orang.
Kedua, Orang Rimba yang menempati daerah lintas Sumatera berjumlah sekitar 1.500 orang dan ketiga, kelompok yang mendiami kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) berjumlah sekitar 500 orang.
Advertisement
Pertemuan di Jalan
KKI Warsi menyebutkan tidak ada rekayasa dalam pertemuan Jokowi dengan Suku Anak Dalam. Rudi menjelaskan kronologis pertemuan langka tersebut. Pertama, rombongan Jokowi datang ke Desa Bukit Suban pada Jumat 30 Oktober 2015 sore sekitar pukul 13.00 WIB menggunakan 3 helikopter.
Lokasi landasan heli berada di lapangan sepakbola di pusat Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun. Kemudian Jokowi bersalaman dengan masyarakat yang banyak menunggu.
"Warga banyak bercampur, ada warga dari beberapa desa di Kecamatan Air Hitam, dan juga Orang Rimba dari banyak kelompok yang dikumpulkan pemerintah dalam arti panitia dari provinsi, kabupaten, kecamatan dan kepala desa," ujar Rudy di Jambi, Senin 2 November 2015.
Menurut dia, panitia sudah menyiapkan tempat di halaman sekolah untuk tempat acara dan dialog. Namun, Jokowi tak masuk ke halaman sekolah untuk ikut acara. Presiden minta langsung menuju ke lokasi perumahan yang dibangun Kemensos, yang letaknya berada di pinggir desa dekat hutan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD).
"Perumahan yang dibangun Kemensos ini sudah ada sejak 2 tahun lalu. Jumlahnya sekitar 15-an unit," kata Rudy.
Dalam perjalanan, rombongan melewati kebun sawit plasma milik masyarakat Desa Bukit Suban. Di tengah perkebunan sawit plasma itu, rombongan kebetulan berpapasan dengan rombongan Orang Rimba kelompok Tumenggung Ninjo yang tengah berburu babi sejak 3 hari sebelum kunjungan.
Kelompok Ninjo tinggal di Sungai Punti Kayu yang jaraknya sekitar 2 kilometer dari lokasi turunnya rombongan Presiden dari helikopter.
Lalu Presiden berhenti. Di sini, Jokowi kemudian bersalaman dengan kelompok Ninjo yang berjumlah sekitar 9 kepala keluarga. Lalu, Jokowi meminta 4 orang dari rombongan Ninjo berbicara secara khusus.
"Dan inilah ada di foto, yang pembicaraan di bawah pohon sawit. Secara rinci, orang yang di foto bawah berbaju batik dilingkari warna merah adalah anggota Babinsa di Kecamatan Air Hitam, Husni Tamrin. Sedang Orang Rimba yang dilingkari dari pinggir kiri warna biru bernama Nyerak. Warna putih Genap, kuning Meriau, dan hijau Ngelawang.
Usai berdialog dengan kelompok Ninjo, Jokowi melanjutkan perjalanannya ke perumahan sosial. Di sini Jokowi juga bersalaman dengan beberapa orang. Pada momen itu Jokowi berada dengan beberapa Orang Rimba di teras rumah.
Menurut Rudy di foto itu, dari pinggir kiri lingkaran merah adalah anggota Babinsa Husni Tamrin. Kemudian lingkaran putih adalah Tumenggung Nggrip, kuning adalah Tumenggung Tarib yang setelah masuk Islam berganti nama menjadi H Jaelani. Kemudian biru Orang Rimba bernama Njalo dan hijau bernama Prabung.
Terkait foto baju hijau yang digantung, dan kemudian ada yang dipakai, Rudy menjelaskan, staf Kemensos membawa baju hijau itu dalam jumlah banyak dan dibagikan kepada Orang Rimba. Kelompok Ninjo juga menerima baju ini. Mulanya mereka pakai, tetapi kemudian dilepas dan disangkutkan di tiang dekat Sudung atau pondok.
"Sedangkan pada foto atas, yang dilingkari warna hijau yakni Prabung dari kelompok Tumenggung Nggrip tetap memakainya," tandas Rudy. (Rmn/Ans)