Liputan6.com, Jakarta - Soal upah buruh selalu menjadi polemik, terutama setiap jelang penetapan standar upah untuk tahun berikutnya. Pemerintah, pengusaha, dan pekerja menjadi aktor utama di pusaran ketetapan upah.
Dalam keriuhan upah kali ini, pemicunya tak lepas dari upaya pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Wajar saja, terhitung untuk kuartal II 2015 kemarin, pertumbuhan ekonomi nasional berada di angka 4,67 persen. Jauh berada di bawah target pemerintah di angka 5,7 persen.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan. Tak tanggung-tanggung, paket kebijakan yang telah dikeluarkan telah mencapai 5 paket dan besar kemungkinan akan menyusul paket selanjutnya.
Menengok ke belakang, pada 15 Oktober 2015 kemarin pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid IV di Istana Negara. Dalam paket kebijakan tersebut, pemerintah menetapkan formula upah buruh yang baru.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan formula baru yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut akan digunakan untuk menentukan perhitungan upah minimum provinsi (UMP) pada tahun depan dan tahun-tahun berikutnya.
Formula baru tersebut adalah UMP ditambah persentase angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. "Jadi kalau inflasi 5 persen dan pertumbuhan ekonomi 5 persen, ya 10 persen. Berarti tahun depan di daerah itu UMP adalah UMP tahun ini ditambah 10 persen," jelas Darmin. Untuk komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) akan dilihat dalam lima tahun sekali.
Darmin memastikan formula yang ditetapkan sudah cukup adil. Itu karena di negara lain, terutama di negara maju, besaran kenaikan pertumbuhan ekonomi tidak semuanya dimasukkan dalam komponen perhitungan upah buruh.
"Kenapa? Karena itu bukan hanya peranan buruh, tapi pengusaha dan pemilik modal, jadi biasanya dibagi. Tapi di kita kesepakatannya inflasi ditambah seluruh pertumbuhan ekonomi," papar dia.
Penetapan formula upah baru tersebut dikecualikan untuk delapan provinsi. Hal itu karena kebutuhan hidup layaknya belum terpenuhi.
Dia menegaskan, sejumlah dari penetapan formula upah baru adalah untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Selain itu juga untuk meningkatkan kesejahteraan buruh.
"Tetapi kami juga harus pikirkan orang yang belum bekerja. Jadi peningkatan kesejahteraan pekerja merupakan unsur berikutnya dari penetapan ini. Semua ini sekaligus sebagai bukti kehadiran negara," katanya.
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengatakan, formula upah minimum tersebut hanya berlaku bagi para pekerja baru. Mereka yang disebut pekerja baru adalah yang lama masa kerjanya kurang dan hingga 12 bulan. "Upah minimum itu upah disebut safety net, bagi pekerja barulah, mereka baru pekerja 0-12 bulan," kata Hanif.
Para pekerja lama masa kerjanya di atas itu dapat membicarakan masalah penambahan upah secara bipatrit, yaitu antara pengusaha dan pekerja. Pertimbangan kenaikan upah bagi pekerja di atas 0-12 bulan tergantung pendidikan, performa, lamanya masa kerja, dan faktor-faktor lain.
Hanif juga menyampaikan formula pengupahan dapat dipakai oleh perusahaan pada 1 November mendatang. Selanjutnya, baru diterapkan pada pekerja Januari 2016.
"Yang penting bahwa upah pekerja buruh naik setiap tahun. Jadi tanpa orang harus ramai-ramai, upah buruh akan naik setiap tahun," tutur dia.
Ekonom Senior Insitute for Development for Economic and Finance (Indef) Didik J Rachbini mengatakan sebenarnya formula perhitungan kenaikan upah yang diracik oleh pemerintah ini sudah baik dan akan sesuai dengan kondisi ekonomi yang dihadapi Indonesia.
"Itu sudah bagus, berani dan harus kita jalankan, jangan ragu-ragu. Upah dinaikkan secara otomatis karena inflasi dan pertumbuhan ekonomi, ini rumusan yang masuk akal," ujarnya.
Gairahkan Investasi
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengatakan, sektor padat karya ke semakin bergairah dengan adanya formula baru kenaikan upah buruh. Alasannya, selama ini investor khususnya dari sektor padat karya selalu menyatakan perhatiannya terhadap ketidakpastian formula kenaikan upah buruh di Indonesia. Hal ini cukup menyulitkan investor dalam memproyeksikan biaya investasi.
Menurutnya, keputusan tersebut dapat memberikan kepastian bagi investor dalam menghitung komponen upah buruh dibiaya produksi. Dia menambahkan, dalam komunikasi dengan investor baik yang sudah menanamkan modal di Indonesia maupun yang baru, mereka menyatakan minat untuk berinvestasi.
"Dengan kebijakan terbaru yang diumumkan pemerintah tentang pemberlakuan formula upah buruh selama 5 tahun, tentu dapat menghilangkan keraguan untuk memutuskan berinvestasi di Indonesia,” ujar Franky.
Menurut dia, kebijakan pengupahan dalam paket ekonomi jilid IV ini memperkuat paket kebijakan sebelumnya yang juga memberikan kemudahan atau insentif bagi investasi sektor padat karya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Tenaga Kerja, Benny Soetrisno. "Ini memberikan kepastian kepada investor untuk menghitung daya saing," ujar Benny.
Ia melanjutkan, kenaikan upah pada tahun berikutnya dihitung dari besaran upah tahun ini dikali dengan penjumlahan antara tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi dinilai telah sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Kalau kita melihat UU Nomor 13, kenaikan upah berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan produktivitas. Tetapi kalau produktivitas itu lebih baik secara bipartit (pengusaha dengan pekerja) saja, karena setiap sektor dan subsektor berbeda-beda," kata dia.
Penggunaan item inflasi dan pertumbuhan ekonomi, lanjut Benny, juga dinilai adil baik bagi pengusaha maupun pekerja. Hal ini karena besaran inflasi dan pertumbuhan ekonomi dihitung oleh lembaga independen, yaitu Badan Pusat Statistik.
Namun kalangan buruh sendiri masih menolak formula baru yang diputuskan oleh pemerintah tersebut. Buruh menolak formula tersebut karena merasa tidak lagi dilibatkan dalam perhitungan upah.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, dengan adanya komponen inflasi dan pertumbuhan ekonomi tidak memasukkan peran buruh. Sebab, kini perhitungan upah berlandaskan data Badan Pusat Statistik (BPS).
"Dalam PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, inflasi plus pertumbuhan ekonomi dalam paket kebijakan jilid IV, peran buruh ditiadakan karena sudah ditentukan inflasi data BPS, pertumbuhan ekonomi data BPS," kata dia.
Selain itu, dengan adanya PP ini, pemerintah dinilai telah merampas hak serikat pekerja untuk terlibat dalam menentukan kenaikan upah minimum. Padahal, keterlibatan serikat pekerja dalam menentukan kenaikan upah merupakan sesuatu yang sangat prinsip.
Dia mengatakan, formula tersebut hanya menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha. Dia menuturkan, dengan tidak adanya peran buruh maka pemerintah berniat membawa kepada rezim upah murah.
"Rezim upah murah karena tidak ada hak berunding. Karena tidak berunding, ya rezim upah murah," katanya. (Gdn/Yus)
Advertisement