Liputan6.com, Jakarta - Iqbal Latief, karyawan PT Jakarta International Container Terminal (JICT), telah ditetapkan sebagai tersangka terkait aksi mogok karyawan PT JICT beberapa waktu lalu. Namun, penetapan ini disayangkan oleh pengacaranya, Malik Bawazier.
Sebab, polisi awalnya menggunakan pasal sabotase terhadap kliennya. Namun, dalam perkembangan proses penyidikan, polisi mengganti pasal tersebut dengan pasal yang terkandung dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Baca Juga
"Ini terkesan dipaksakan. Itu yang kami pertanyakan ke penyidik soal dasar dan buktinya, sehingga dapat menetapkan saudara Iqbal sebagai tersangka Pasal 33 UU ITE," kata Malik di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (3/11/2015).
Advertisement
Selain itu, Malik menambahkan, kliennya tidak pernah memprovokasi karyawan PT JICT lainnya untuk mogok. Aksi mogok tersebut justru sebagai bentuk solidaritas sesama pekerja PT JICT atas pemecatan sepihak terhadap Manajer Human Resources Development (HRD) JICT Ermanto Usman dan kliennya.
"Jadi kami tidak melihat adanya tindak pidana serius di situ. Makanya hal-hal tersebut kita pertanyakan," sambung Malik.
Sementara itu, Kasubdit Keamanan Negara (Kamneg) Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Fadli Widiyanto membenarkan soal penetapan Iqbal sebagai tersangka. "Dua minggu lalu kami tetapkan sebagai tersangka," kata Fadli saat dikonfirmasi.
Dia mengatakan, awalnya memang Iqbal dilaporkan melakukan sabotase bersama para buruh di PT JICT (ketika aksi solidaritas pemecatan Iqbal terjadi pada 28 Juli 2015). Namun, pasal sabotase tak masuk unsur, sebab dalam pasal itu harus instansi negara yang jadi objek.
"Makanya kemudian kami pakai Pasal 33 UU ITE yang lebih tepat," ucap Fadli. (Ado/Sun)