Sukses

Palsukan Materai-Ijazah, 2 Pegawai Percetakan di Senen Diringkus

3 Bulan bekerja sama dengan RO, RR sudah mencetak 500 ribu materai palsu.

Liputan6.com, Jakarta - Para pemilik usaha percetakan hendaknya waspada mempekerjakan karyawan. Sebab, kepercayaan pemilik usaha dapat disalahgunakan pegawainya untuk melakukan tindakan pidana, seperti yang diungkap jajaran Subdit Industri Perdagangan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya sebulan lalu.

Polisi menggerebek 2 kios percetakan di Kalibaru Timur dan Kalibaru Barat, Senen, Jakarta Pusat yang diduga melakukan praktik pembuatan materai dan dokumen palsu seperti KTP, ijazah, dan kartu keluarga (KK). Dari masing-masing lokasi, polisi meringkus seorang pelaku yaitu RR yang diduga pembuat materai palsu dan DH yang diduga pembuat dokumen palsu.

"Mereka hanya pekerja, pemiliknya tidak tahu mereka menerima jasa pembuatan materai dan KTP, ijazah palsu. Jadi memang kegiatan di kios dipasrahkan ke mereka," ujar Kasubdit Industri Perdagangan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya AKBP Agung Marlianto di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (4/11/2015).

Di lokasi penangkapan RR, polisi menyita 12.250 materai palsu nominal 6.000, 12 pelat aluminium untuk mencetak materai dan 1 mesin cetak. Kepada polisi RR mengaku mendapat pesanan materai palsu dari RO, yang kini dalam buruan penyidik. 3 Bulan bekerja sama dengan RO, RR sudah mencetak 500 ribu materai palsu.

"Jadi RR ini hanya membuat berdasarkan pesanan DPO berinisial RO. RO ini juga yang menyediakan pelat aluminium untuk mencetak materainya. Kemudian setelah selesai (cetak), didistribusikan ke wilayah DKI Jakarta dengan kisaran harga Rp 1000 sampai Rp 2.000 per piece nya," jelas Agung.


Perum Peruri Merugi

Agung mengatakan, pihak Perum Peruri selaku satu-satunya perusahaan negara yang berwenang mencetak materai, mengaku merugi Rp 3 miliar akibat ulah RR dan RO. Mereka menyatakan bahan baku yang digunakan pelaku berkualitas super alias 99% sama dengan yang digunakan Perum Peruri.

"Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 3 miliar. Kami sudah periksa saksi ahli dari Peruri nya langsung," kata dia.

Terkait dugaan keterlibatan orang dalam, Agung menduga jauh dari indikasi. Sebab, Perum Peruri tidak pernah menggunakan pelat aluminium dalam mencetak materai, sehingga polisi menduga kuat RO membuat sendiri pelat aluminium tersebut.

"Dugaan ke sana tidak ya. Mereka tidak pernah mencetak materai dengan pelat. Jadi pelat itu sepertinya bikinan RO sendiri," tegas dia.

2 dari 2 halaman

Ijazah Palsu

Selain materai palsu, polisi juga menemukan lokasi pembuatan dokumen palsu dengan tersangka DH. Dari hasil pemeriksaan, DH sudah 2 tahun menggeluti praktik pemalsuan KTP, ijazah, dan KK di kios kawasan Jalan Kalibaru Timur, Senen, Jakarta Pusat.

Hasil penggeledahan, polisi mengantongi barang bukti yaitu 134 KTP palsu berbagai nama, 10 lembar ijazah palsu, 15 lembar Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) palsu dan 215 lembar blangko KK palsu.

"Sama seperti RR, DH ini mengaku hanya membuat KTP dan ijazah palsu berdasarkan pesanan seseorang berinisial HE. Jadi bahan baku seperti kertas, desain KTP, ijazah palsu, dan kartu keluarga sudah disediakan HE. DH tinggal mencetak saja," ungkap Agung.

Menurut Agung, kepolisian telah memeriksa silang dan barang bukti yang didapat dengan meminta keterangan ahli dari Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri.

Polisi juga, kata Agung, sudah mengusut keberadaan pemesan ijazah palsu tersebut ke tingkat kelurahan hingga sekolah yang namanya tercantum dalam dokumen palsu tersebut.

"Untuk sekolah-sekolah yang namanya digunakan untuk dalam ijazah palsu juga kami periksa. Antara lain kepala sekolah Yayasan Trisoka, kepala sekolah SMPN 209, kepala sekolah SMA Kesatria dan Kelurahan Ulujami Tangerang untuk mengecek nama-nama pemesan ijazah dan SKHUN palsu," pungkas Agung.

Kedua tersangka kini mendekam di jeruji sel Rumah Tahanan Mapolda Metro Jaya dengan jeratan pasal pidana berbeda. RR dijerat pasal berlapis yaitu Pasal 13 Undang-undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai dan Pasal 253 ayat 1 KUHP dan Pasal 257 KUHP dengan hukuman maksimal 7 tahun kurungan penjara. Sementara DH dikenakan Pasal 263 ayat 1 dan 264 ayat 1 KUHP. (Rmn/Mut)