Sukses

Mensos Sebut Suku Anak Dalam Mulai Dekati Permukiman

Suku Anak Dalam selama ini terkenal dengan tradisi melangun atau berpindah-pindah tempat di dalam hutan.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa mengaku tidak mudah memindahkan warga Suku Anak Dalam (SAD) agar menetap di permukiman. Terlebih, mereka memiliki tradisi melangun atau berpindah-pindah tempat di dalam hutan.

"Tidak bisa serta-merta mereka mau dimukimkan. Jadi proses sampai mereka mau mukim itu tetap butuh waktu cukup panjang," ujar Khofifah usai pertemuan Forum Koordinasi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Gedung Kemensos, Jakarta, Rabu 4 November 2015.

Ia menjelaskan, pemerintah melakukan pendekatan dengan sangat hati-hati terhadap warga pedalaman tersebut. Tak hanya itu, peran masyarakat sekitar juga sangat penting dalam proses ini.

"Harus ada penerimaan warga (Suku Anak Dalam) dengan ikhlas. Juga membangun kesadaran warga sekitar bahwa mereka itu juga saudara kita," tutur Mensos.

Kendati begitu, mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan era Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini melihat Suku Anak Dalam atau disebut pula Orang Rimba itu mulai memberikan respons positif terhadap program pemerintah ini. Mereka mulai mendekati permukiman-permukiman yang dibangun pemerintah.

Setidaknya menurut Khofifah, sudah ada 43 rumah yang dibangun untuk warga SAD di Merangin, Jambi. Rencananya, rumah-rumah tersebut akan diresmikan pemerintah pada Desember mendatang.

"Warga Suku Anak Dalam yang tahu akan dibangunkan rumah, sekarang banyak yang membangun sodung-sodung di dekat situ. Saya tidak menyebut ini tenda, karena kan cuma atapnya saja. Kemudian anak-anaknya juga sudah bermain-main di daerah situ," ujar Khofifah.

"Ini kan berarti sudah terkomunikasikan bahwa nanti mereka bisa gunakan rumah ini. Ada suasana yang sudah terkomunikasikan seperti itu," imbuh dia.

1.000 Hektare Lahan

Lebih dari itu, menurut Khofifah, pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah menyiapkan 1.000 hektare lahan untuk warga Suku Anak Dalam yang siap dimukimkan. Lahan tersebut nantinya sebagai sumber penghidupan mereka dengan berkebun.

Presiden Jokowi saat mengunjungi Suku Anak Dalam di Jambi. (Facebook Presiden Jokowi)

"Yang mau dimukimkan, itulah yang kemarin bertemu Pak Jokowi dan ditanyai langsung, mau enggak dimukimkan. Mereka jawab mau kalau lahannya luas, karena kami mau berkebun," ucap Khofifah.

Jokowi kemudian memanggil dirinya dan bupati setempat untuk menyiapkan apa yang diminta warga Suku Anak Dalam. Khofifah mengatakan, bupati setempat bersedia menyiapkan 2 hektare lahan tiap kepala keluarga yang bersedia dimukimkan.

"Di Merangin, bupati siap menyiapkan lahan 2 hektare per KK. Karena bupati telah menyiapkan lahan 1.000 ha. Tapi harus ada pendampingan bagaimana cara berkebun. Jadi pola-pola ini kita juga komunikasikan," tukas Khofifah.

Pendidikan Layak

Pemerintah sangat serius memperhatikan nasib Komunitas Adat Terpencil (KAT), termasuk Suku Anak Dalam yang berada di Jambi. Tak hanya soal tempat tinggal, pemerintah juga memperhatikan pendidikan dan kesehatan mereka.

Mensos Khofifah Indar Parawansa ingin warga Suku Anak Dalam mendapatkan pendidikan yang layak, terutama bagi generasi mudanya. Karena itu, Khofifah mendorong agar anak-anak dari kelompok tersebut mengikuti kegiatan belajar-mengajar di sekolah-sekolah yang telah disediakan.

"Setelah menyiapkan permukiman dan lahan untuk Suku Anak Dalam, harapannya mereka akan mengirimkan anaknya ke sekolah terdekat. Dan itu sudah berjalan di beberapa titik," ujar Khofifah usai pertemuan Forum Koordinasi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Gedung Kemensos, Jakarta, Rabu 4 November 2015.

Bahkan Khofifah mengklaim pemerintah telah menyiapkan boarding school tingkat SMP dan SMA bagi warga Suku Anak Dalam di Batanghari, Jambi. Kendati begitu, pemerintah masih terus melakukan pendekatan kepada orangtua mereka akan pentingnya pendidikan.

Presiden Jokowi saat mengunjungi Suku Anak Dalam di Jambi. (Facebook Presiden Jokowi)

"Ketika anaknya disekolahkan, memang ada yang memanggil anaknya kembali ke hutan. Tapi ada juga yang membiarkan dan hanya menengok di boarding school itu. Maka memang varian-varian bagaimana mereka melepas anaknya sekolah itu butuh pendekatan lebih spesifik," papar Mensos.

Berdasarkan penelitian Dewan Pakar yang dibentuk Kementerian Sosial, imbuh Khofifah, Orang Rimba Jambi bersedia menyekolahkan anaknya. Namun mereka meminta agar mengirimkan tenaga pendidik ke tempat tinggal mereka, bukan di permukiman yang disiapkan pemerintah di luar hutan.

"Dewan Pakar bilang, apakah mereka sekolah, iya. Tapi jangan dibawa keluar. Gurunya yang harus datang. Lah kalau mereka melangun (pindah-pindah tempat), gurunya harus nyari ke mana. Mereka melangun itu ada yang sampai 60 kilometer lho," tutur Khofifah.

"Nah ini pendekatan kita memberikan pemahaman kepada mereka bahwa anak-anak sekolah itu penting," tukas dia.

Radio Komunitas

Agar kegiatan belajar-mengajar tetap bisa dilakukan Suku Anak Dalam, sementara ini Mensos Khofifah ingin aktivis-aktivis sosial mendirikan radio komunitas. Radio tersebut diharapkan mampu menjadi media informasi bagi Suku Anak Dalam yang ada di dalam hutan.

Saat ini, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi telah memiliki radio komunitas di wilayah pedalaman.

"Ada hal yang bisa direplikasi yang dilakukan Warsi itu radio komunitas. Itu luar biasa. Saya tanya radio ini bisa diakses berapa jauh oleh Suku Anak Dalam, karena mereka ada yang menggunakan smartphone," ucap Khofifah.

"Dari situ mereka bisa mendapatkan informasi, hari ini ada pemeriksaan kesehatan, ada calistung (baca, tulis, hitung), tapi dengan bahasa mereka ya. Nah itu kalau bisa disiapkan di banyak tempat akan menjadi media informasi bagi Suku Anak Aalam yang bisa dijangkau dengan radio-radio komunitas," pungkas Mensos Khofifah Indar Parawansa. (Ans/Mar)