Sukses

660 Ribu Warga Banten Positif Alami Gangguan Jiwa

Parahnya di Banten sendiri hingga saat ini belum pernah ada atau dibangun Rumah Sakit Jiwa (RSJ) bahkan dokter spesialis kejiwaan pun tak ad

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 660 ribu masyarakat Banten mengidap gangguan jiwa dan membutuhkan penanganan khusus. Angka tersebut menunjukan bahwa, provinsi Banten sudah membutuhkan Rumah Sakit Jiwa (RSJ).

"Itu artinya 6 persen masyarakat Banten positif mengalami gangguan jiwa. Dan kita belum punya RSJ. Baru tahun 2016 Dinkes akan membebaskan lahannya," kata Asisten Daerah (Asda) III Provinsi Banten, Sumawijaya, di Rumah Sakit (RS) Sari Asih, Kota Serang, Banten, Kamis (05/11/2015).

Pihaknya pun mengklaim telah melakukan berbagai macam upaya untuk mengurangi angka gangguan jiwa di Provinsi Banten.

Di antaranya seperti memobilisasi kader kesehatan di setiap desa. Sehingga diharapkan, setiap warga yang mengidap gangguan jiwa, tidak lagi dipasung, namun diberikan pengobatan medis dan mental.

"Harapannya, para sanak saudara pengidap gangguan jiwa bisa segera sembuh terobati. Jadi setiap tahun jumlah masyarakat yang mengalami gangguan jiwa berkurang," papar Sumawijaya.

Sedangkan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten mengaku, pihaknya telah memberikan pelatihan kepada kader dan tenaga kesehatan untuk menangani pasien atau orang pengidap gangguan jiwa. Namun, hal tersebut dirasa belum lah cukup.

"Kita sudah melakukan tindakan, pelatihan pun sudah dilakukan. Tapi kita akui masih belum maksimal," kata Kepala Dinkes Provinsi Banten, Sigit Wardojo, saat ditemui ditempat yang sama, Kamis (05/11/2015).

Belum maksimal nya pengobatan dan penanganan pasien penderita gangguan jiwa dikarenakan belum tersedianya RSJ dan belum adanya dokter khusus gangguan jiwa.

Bahkan, menjelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada Desember 2015 mendatang. Tak menutup kemungkinan Banten akan kedatangan dokter jiwa dari luar negeri.

"Kemarin saja kita pinjam (dokter gangguan jiwa). Nanti seiring pembangunan Rumah Sakit Jiwa, kita akan buka untuk dokter (gangguan jiwa). Tidak menutup kemungkinan, dokternya impor," pungkas Sigit. (Dms/Mut)