Sukses

Saat Elang China dan Jepang Membelah Langit Indonesia

Untuk mengamati elang yang sedang migrasi itu memang harus menggunakan binocular atau teropong.

Liputan6.com, Malang - Langit Indonesia kedatangan tamu istimewa sepanjang November 2015 ini. Tamu itu adalah ribuan burung elang dari China, Jepang dan Korea Utara yang migrasi dan melintasi langit Indonesia.
 
“Elang itu menghindari musim dingin di negara asalnya dan mencari tempat hangat. Ada beberapa jenis elang yang akan melintasi sejumlah titik di Indonesia,” kata pengamat burung Protection of Forest and Fauna (Pro Fauna) Indonesia, Made Astuti di Kota Batu, Jawa Timur, Kamis (5/11/2015).
 
Sejumlah jenis elang itu antara lain Elang Sikep Madu Asia (prenis ptylorhynchus), Elang Alap Nippon (accipitor gularis), Elang Alap Cina (accipitor soloensis). Rute migrasi dari negara asalnya melintasi Thailand – Malaysia – Singapura - Kepulauan Riau – Palembang – Lampung -Jawa hingga ke Nusa Tenggara Timur. Burung tersebut akan menetap selama 5 bulan dan kembali ke habitat asal.
 
“Di Jawa, spot terbaik untuk mengamati migrasi elang itu ada di puncak Cibodas dan Gunung Halimun Jawa Barat serta di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan Gunung Banyak di Kota Batu,” ujar Made.
 
Untuk mengamati elang yang sedang migrasi itu memang harus menggunakan binocular atau teropong. Elang itu sendiri bisa diidentifikasi berdasarkan ukuran kepakan sayapnya saat terbang tinggi di langit. Ukuran tubuh elang itu sendiri lebih kecil dibanding elang lokal seperti Elang Jawa dan Elang Bondol. Namun bisa dipastikan tak ada konflik antara elang pendatang itu dengan elang endemik Indonesia. 


“Keberadaan elang yang migrasi melintasi Indonesia ini juga menguntungkan karena mereka juga turut membantu mengendalikan populasi hama pertanian seperti tikus sebagai mangsanya,” tutur Made.

 
Kendati demikian, Made mengakui jumlah elang yang migrasi melintasi langit Indonesia tahun ini cenderung berkurang. Diduga hal itu disebabkan bencana kebakaran di hutan Kalimantan dan Sumatera yang mengakibatkan kabut asap pekat. Seharusnya Oktober kemarin menjadi puncak ribuan elang migrasi.
 
“Mungkin banyak elang mengubah jalur migrasinya karena ada bencana asap di atas hutan Sumatera dan Kalimantan yang biasa dilalui,” tandas Made. (Ron/Ali)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini