Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan, pihaknya sudah siap untuk mengamankan pilkada serentak yang akan digelar 9 Desember 2015. Ia menuturkan, dalam pertarungan pilkada biasanya diwarnai dengan perang meme di media sosial. Kebanyakan, kampanye hitam dekat sekali dengan ujaran kebencian (hate speech).
"Karena kampanye pilkada bisa saja provokasi. Bisa terjadi black campaign (kampanye hitam) yang bisa saja masuk kategori hate speech. Hate speech bisa pas orasi, demonstrasi, dalam ceramah agama, kampanye pilkada bisa terjadi ya termasuk di medsos," ucap Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Kamis 5 November 2015.
Badrodin mengungkapkan, untuk itu saat ini jajarannya mengikuti perkembangan di setiap wilayah yang menggelar pilkada. Tentunya dengan surat edaran, anggota kepolisian di wilayah bisa melakukan deteksi dini untuk menghindari dampak yang lebih besar dari ujaran kebencian.
"Pilkada serentak ini kan bulan-bulan terakhir. Tentu kita juga terus mengikuti perkembangan pilkada ini. Ada juga beberapa yang ada kerawanan, ya kita siapkan antisipasinya," tutur Badrodin.
Baca Juga
Meski begitu, Badrodin berjanji tetap mengedepankan mediasi dalam kasus ujaran kebencian. Sebab, surat edaran itu hanya untuk internal polisi agar tidak lagi ragu-ragu dalam mengambil tindakan. Langkah-langkah antisipasi juga dilakukan. Terlebih di wilayah-wilayah yang gagal menggelar pilkada.
"Ada beberapa daerah yang kemungkinan digugurkan, sehingga itu ada kerawanan tertentu yang harus diantisipasi agar tidak ada gejolak," tukas Badrodin.
Kasus Meme di Ponorogo
Seorang office boy di Ponorogo, Jawa Timur, berinisial IS diduga telah membuat meme yang menghina salah satu polisi di sana. IS pun dipolisikan, meski belum diketahui secara pasti meme yang dibuat IS termasuk ujaran kebencian atau tidak.
Kapolri Badrodin Haiti mengatakan, semestinya bila itu adalah ujaran kebencian maka harus dilakukan mediasi lebih dulu. Sebab dalam surat edaran ujaran kebencian, di sana jelas tertulis perlunya mediasi antara korban dan terduga pelaku.
"Kalau IS, kan harusnya dia melakukan mediasi. Boleh menggunakan meme apa saja, tetapi kan meme harus tidak boleh menyinggung orang lain. Kalau karikatur masih dapat dipahami. Tentu harapannya bisa dilakukan mediasi. Tidak langsung dilakukan proses hukum," ujar Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Kamis 5 November 2015.
Sebelumnya, anggota Satlantas Polres Ponorogo Bripda Aris Kurniawan melaporkan kasus tersebut ke Satreskrim Polres Ponorogo. Setelah pelacakan, didapat pemilik akun Facebook yakni IS dan ditangkap pada 1 November lalu. IS diduga membuat dan menyebarkan meme karena kesal pernah ditilang kepolisian.
Badrodin kembali menegaskan agar mediasi tetap diutamakan. Sebab, proses hukum tidak lantas bisa menyelesaikan segala masalah soal ujaran kebencian.
"Yang dihukum masih sakit hati, yang mengadu juga demikian. Jadi saya pikir menyelesaikan tidak harus diselesaikan dengan proses hukum," tutur Badrodin.
"Tetapi kalau bukan kasus itu, nah ada juga kasus-kasus lain misal menistakan dengan tulisan provokasi. Kalau kasus itu masuk (Pasal) 310-311 (KUHP) harapan kita juga semua sama penanganannya karena itu juga delik aduan. Kalau orang mengadu kan harus diproses hukum, tetapi sebisa mungkin kita bisa mediasi," pungkas Badrodin Haiti. (Ans/Mar)*