Liputan6.com, Jakarta - Seorang pengusaha Indonesia berdarah Arab bernama Hadi Yahya Assegaf (39) ditangkap pihak Malaysia karena diduga melakukan tindakan terorisme. Dia ditahan setelah Polis Diraja Malaysia atau Kepolisian Malaysia mendapatkan laporan, Hadi akan menyerang Kedutaan Besar Amerika Serikat, tempat wisata, dan pusat kuliner di Jalan Alor, Kuala Lumpur. Serta, kepemilikan buku-buku tentang Al Qaeda yang ditemukan di dalam apartemennya.
Ayahanda Hadi Yahya, Habib Sayid Yahya Assegaf (78) menampik semuanya tudingan tersebut. Menurut dia, keberadaan anaknya di negeri jiran lantaran ingin membangkitkan usaha minyaknya lagi di Yaman. Kepada Liputan6.com, Habib Sayid yang pernah menjadi juru kampanye Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla itu, menceritakan usaha anaknya. Hadi pun pernah bersekolah setahun di Australia usai tamat sekolah menengah atas.
"Tapi dia enggak betah, pulang. Hobinya baca buku. Di teras ini ada lemari besar buku. Kebanyakan buku yang dibaca buku berbahasa Inggris. Kalau punya uang, dia pasti beli buku. Dari situ, dia mulai, hobinya menjadi wartawan. Tapi dia anaknya agak apa yang dibilang pemberani atau gimana, maunya jadi wartawan perang, mau niru saya," tutur Habib Sayid saat dijumpai di kediamannya di Jakarta Selatan, Kamis 5 November 2015.
"Jadi apa yang dia baca tentang saya dia ikuti. Dia jadi wartawan perang, ke Irak, Afghanistan dia pernah. Tapi, tahu sendiri wartawan, banyak taruhannya nyawa, hasilnya enggak seberapa, mulai ingin ikut saya juga," imbuh Habib Sayid.
Habib Sayid pun mulai mengakomodasi keinginan sang anak. Terutama dengan memperkenalkan rekanannya di Yaman, untuk mengurusi usaha pembelian minyak mentah.
"Saya pernah mendapatkan dua lokasi minyak untuk Bakrie, Nirwan Bakrie di Yaman. Dua lokasi minyak itu kemudian dijadikan saham. namanya PT Bumi Resources (Tbk) punya Bakrie, sahamnya dolar, kan dijual di Amerika, Kanada gede. Waktu dolar Rp 15 ribu untung banget Bakrie-nya," kata Habib Sayid.
Di Yaman, Habib Sayid mengaku banyak kenalan. "Saya pernah berjuang di sana melawan penjajahan Inggris. Disuruh Soekarno. di Yaman itu kan revolusinya tahun 1961. Diminta berjuang di sana. Revolusi kita bukan bangsa Indonesia, tapi buat semua negara yang dijajah. Saat itu saya menjadi mahasiswa Mesir," beber dia.
Advertisement
Baca Juga
Ikuti Jejak Kesuksesan
Sang anak seolah mengikuti jejak kesuksesan dirinya. Setelah berhasil di minyak, lanjut Habib Sayid, Hadi pun melebarkan usahanya ke beberapa sektor, terutama yang berhubungan dengan peternakan. Bukan hanya itu, dia pun juga menebarkan hobinya untuk dijadikan usaha.
"Anak saya berhasil di minyak, dia bikin usaha penggemukan sapi di Solo berapa hektare, penggemukan kambing, Kemudian tambak udang di NTT, terus usaha sekuriti. Dia juga bikin tinju di Jakarta. Dia sponsori petinju dari Ambon, ini di bawah Chris John, yang melatih mantan petinju. Dia senang, tidak cari duit. Terus bikin sepak bola mahasiswa di Yogyakarta, Papua, Jakarta, bertanding ke mana-mana. Salah satu (mahasiswa binaannya) jadi pemain PSSI sekarang," tutur Habib Sayid.
Habib Sayid yang juga merupakan staf khusus BIN wilayah Timur Tengah dan kini memiliki Majelis Taklim, meminta Hadi membuat forum kebangsaan dari usahanya sebagai sponsor mahasiswa untuk bermain sepak bola.
"Saya juga suruh bikin forum kebangsaan di Papua, kalau Papua ke luar dari NKRI, jadi apa. Contohnya lihat suku Aborigin. Kalau Papua diambil sama Australia gimana? Dia dukung materinya, jadi enggak ada yang mau ke luar itu. Terus satu lagi, dia juga bikin komunitas musik reggae bersama Tony Q kalau tidak salah, teman baiknya itu. Tiap malam minggu, main lagu-lagu reggae," papar Habib Sayid.
Menurut Habib Sayid, dari usahanya itulah, Hadi menjadi royal kepada siapa pun, selain memang suka dengan kehidupan malam. Dia menuturkan sifat royal dan membantunya itu, sebagai salah satu penebus dosanya.
"Dia itu mengerti agama, tapi namanya anak muda, suka minum, kalau sudah minum sulit diganggu. Tapi dia royal juga, siapa preman di Jakarta tak kenal dia. Dia pun royal karena membantu sesama. Pernah ada orang minta pinjaman uang untuk operasi suaminya, dia berikan Rp 100 juta. Terus pernah seorang Kopassus pernah berobat bersama istrinya, meskipun meninggal juga. Bukan hanya itu dia juga membuat yayasan dan sudah 100 orang anak ditolongnya. Itu kata dia, buat penebus dosa," urai Habib Sayid.
Pernah Berurusan Polisi
Meski demikian, Habib Sayid tidak menepis sang anak pernah berurusan dengan polisi atas dugaan kasus perjudian. Kendati saat di pengadilan, polisi tidak menemukan bukti.
"Jadi ada orang mau sewa sekuritinya dia untuk satu ruko. Tapi tiba-tiba dia digerebek polisi karena dituduh melakukan penjudian. Saat di pengadilan polisinya bilang sama hakim tidak pernah punya bukti. Ini karena ada laporan dari masyarakat. Saat ditanya siapa masyarakatnya, polisi bilang FPI (Front Pembela Islam). Padahal Hadi dulu menjadi penerjemah untuk FPI lho jika ada tamu luar datang," tegas dia.
Bukan hanya itu saja, Habib Sayid juga tidak membantah anaknya dituduh sebagai agen zionis atau agen Israel. Meskipun, hal itu menurut dia, semuanya tidak benar.
"Sebenarnya tudingan itu buat jatuhin saya. Saya dulu pernah di era SBY disuruh ke Israel, bertemu direktur Mosad (agen mata-mata Israel). Tapi itu bukan membicarakan kepentingan Indonesia. Saya datang untuk upaya perdamaian Israel-Palestina yang memang diminta SBY langsung saat jadi Presiden," tukas dia.
Karena berurusan dengan polisi itulah, Hadi, lanjut Habib Sayid, usahanya mulai bangkrut. Meskipun begitu, dia tidak ingin karyawannya dipecat atau mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Karena itu, dia kembali ke Yaman. Minyak di sana murah, asal sudah tahu channel-nya. Di sini dijual US$ 40 (per barel), di sana kita bisa dapat 20 dolar. Dia juga sempat jual semua mobil-mobilnya. Semuanya. Tapi sekarang malah ditahan pihak Malaysia," pungkas Habib Sayid. (Ans/Nil)