Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, dirinya tak terlalu banyak punya pengalaman dalam menangani soal perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang. Semisal kontrak karya PT Freeport.
Yusril mengaku, selama ini dia hanya banyak terlibat dalam traktat atau perjanjian Internasional, seperti konvensi melawan korupsi dunia. Namun, Yusril melihat, Indonesia kerap kalah dalam pengadilan arbitrase internasional. Terutama jika menyangkut soal perjanjian kontrak dengan asing.
"Semua perjanjian yang berdasarkan hukum kita selalu lemah. Apalagi berhadapan dengan asing kita selalu kalah, termasuk jika diajukan ke pengadilan arbitrase Internasional. Hampir semua kontrak dengan asing kalau dibawa ke sidang arbitrase Indonesia kalah," kata Yusril di Jakarta, Jumat (6/11/2015).
Baca Juga
Berdasarkan lemahnya kontrak-kontrak yang jika diajukan ke persidangan arbitrase selama ini, Yusril meminta agar Presiden Joko Widodo lebih berhati-hati. Khusus soal perpanjangan kontrak karya PT Freeport, perusahaan asal Amerika Serikat itu, Jokowi harus tegas.
‎"Kalau buat perjanjian kontrak karya hati-hati, apalagi nanti dibawa ke sidang arbitrase," ujar dia.
Negara dalam hal ini presiden, kata Yusril harus menyewa pengacara yang baik untuk menyelesaikan perpanjang kontrak yang berhubungan antara pemerintah Indonesia dan asing.‎
"Harus sewa lawyer yang baik. Karena dari dulu di Kemenkumham, Kejaksaan yang selaku pengacara, negara lemah,‎" kata Yusril. (Nil/Mut)